Green  Pencil

Kamis, 23 Mei 2013

FF Sweet Innocence *4

Judul: Sweet Innocence
Genre: Romance
Part: 1-19
Cast:
IU/ Lee JiEun
Lee Donghae (Super Junior)
TOP/ Choi Seunghyun (BigBang)
Jung Sooyeon/ Jessica (Snsd)
#lee dongchul: saudara kembar lee donghae (hanya di FF ini^^)

Ost: ZiA - Hope It's You (With K.Will)

Part *4

Hari ini pemakaman dongchul. Namja itu meninggal karena kecelakaan.
Nyonya lee begitu terpukul dengan kematian dongchul dan menangis sendu di pelukan suaminya.

Donghae berdiri tidak jauh dari pusara saudara kembarnya itu.
''aku akan membuat diriku saat ini menjadi seperti dongchul. Untuk ibu dan juga sooyeon'', kata donghae dalam hati.
(Ost: ZiA - Hope It's You (With K.Will))

Seunghyun memandang donghae kemudian melepas kacamata hitamnya.
''apa kau bisa bertahan hidup tanpa dongchul disampingmu, donghae ah? Apa kau akan seperti seorang buta yang kehilangan tongkatnya?'', batin seunghyun.

Upacara pemakaman dongchul selesai, donghae memilih untuk tetap tinggal di sana beberapa waktu sedangkan semua rombongan berjalan keluar dari area pemakaman itu.
''apa kau akan meluapkan kesedihanmu saat tidak ada orang di dekatmu?'', tanya seunghyun.
''tidak! Air mataku terlalu berharga. Dongchul pun tidak menginginkannya. Sebaiknya kau pulang dan temani ayah ibuku'', kata donghae.
Seunghyun hanya mengangguk kemudian meninggalkan tempat itu.

Donghae memandang pusara dongchul yang masih basah dengan taburan bunga yang masih segar.
''maafkan aku, dongchul ah!'', kata donghae kemudian meneteskan air matanya.
''kau jauh lebih baik dariku, kenapa kau pergi lebih dulu? Apa kau bahagia di sana, meninggalkan semua orang yang mencintaimu?'', kata donghae lagi.

Entah sudah berapa lama donghae terduduk di pusara dongchul serta menangisi kematian saudara kembarnya itu.

Seorang pria setengah baya berjalan melewatinya kemudian menaruh buket bunga di sebuah pusara tidak jauh dari pusara dongchul.
''apa kau menangisi kepergiaan orang yang kau cintai?'', tanya ajeossi itu kemudian berjalan mendekat ke arah donghae.

Donghae menoleh kemudian berpaling seraya menghapus air matanya.
''maafkan aku, sehingga kau melihat hal yang begitu memalukan bagi seorang pria'', kata donghae.
''tidak! Yang kau lakukan tidak salah tapi jika kau melakukannya terus menerus, itu adalah salah'', kata ajeossi itu seraya duduk di dekat donghae.

Ajeossi itu membaca tulisan nama di nisan dongchul.
''lee dongchul? Apakah ini anak direktur SM Ent itu? Yang meninggal karena kecelakaan?'', tanya ajeossi itu.
''kenapa paman bisa mengenalnya?'', tanya donghae.
''semua televisi dan media massa menyiarkannya''.
''Uhm, apa paman mengunjungi makam seseorang?''.

Ajeossi itu mengangguk kemudian memandang ke arah pusara dengan sebuah buket bunga diatasnya.
''seseorang yang sangat berarti'', kata ajeossi itu.
''hatimu pasti kacau sama seperti yang aku rasakan sekarang ini'', kata donghae.
''hatimu kacau karena kematian seseorang?'', tanya ajeossi itu.
''mweo? Kenapa kau balik bertanya?''.
''Uhm, ada seorang ayah, dia hidup dengan anak satu2nya setelah istrinya meninggal karena pendarahan saat melahirkan anak itu. Anak itu bernama kim jaejin. Tapi ayah itu kehilangan jaejin karena sakit yang tidak tersembuhkan. Kematian jaejin membuatnya terpukul dan kehilangan harapan. Ia tidak mau dihibur, seakan semua jalan hidupnya yang harus ia jalani secara normal, tidak berarti lagi''.

Ajeossi itu memandang lapang arena pemakaman itu seraya tetap duduk di dekat donghae.
''suatu malam, dalam kesedihannya, sang ayah tertidur dan bermimpi. Ia seperti berada di surga dan melihat sekelompok malaikat tanpa sayap dengan wajah sukacita sambil membawa lilin menyala, namun satu hal yang mengganggu pemandangan itu, ia melihat seorang anak kecil dengan membawa lilin yang tidak menyala. Ia mendekati anak itu dan betapa terkejutnya saat melihat anak itu adalah kim jaejin, anaknya yang sudah tiada'', kata ajeossi itu.
''sang ayah dengan keheranan bertanya, *mengapa hanya lilin milikmu saja yang tidak menyala, nak?*, anak itupun menjawab *ayah, aku sudah seringkali menyalakan lilin ini lagi, tetapi, setiapkali tetesan airmata ayah jatuh dan memadamkan lilin ini*'', kata ajeossi itu lagi.

Donghae memandang ajeossi itu dan ajeossi itu membalas dengan menyunggingkan senyumnya.
''lakukan sesuatu yang baik untuk tetap membuat lilin sodaramu menyala di surga. Kita yang masih ada di dunia ini memiliki tugas untuk tetap menjalani hidup dengan baik!'', kata ajeossi itu kemudian beranjak meninggalkan donghae.
''ceritamu sangat menguatkan tapi mungkin itu hanya kau dapati di dalam sebuah buku. Kenyataannya tidak semudah itu'', kata donghae.
Pria itu menoleh kemudian tersenyum dan melambaikan salam perpisahan.

Donghae memandang ajeossi itu sudah berjalan begitu jauh. Namja itu beranjak dan melewati pusara dengan buket bunga yang ditaruh oleh ajeossi itu.
*Kim Jae Jin. Rest in peace Januari 2012*

Donghae menoleh ke arah jalan keluar pemakaman mencoba mencari sosok ajeossi itu namun pria itu tidak terlihat lagi.



=Malam hari, Rumah Jieun=
Jieun duduk di teras rumahnya seraya memandang bulan yang tampak bundar di langit yang gelap. Ia memperhatikan terang yang dipantulkan oleh bulan itu. Jieun berpaling memandang taman bunga matahari yang selalu dirawat oleh shindong.
''kakak pasti merawatmu dengan baik'', guman jieun seolah berbicara dengan bunga2 kesayangan kakaknya itu.

Jieun menoleh ke arah pintu saat mendengar suara hentakan tongkat penyangga milik kakaknya. Namja itu mendekat kemudian duduk di dekat jieun.
''shindong oppa?'', sapa jieun.
''kau pasti cemas dengan hari pertama kerjamu besok'', kata shindong.
''apa yang aku dapat sekarang ini sepertinya tidak berarti jika tidak ada ayah dan ibu disini. Aku seperti sendirian karena ada saat dimana aku merasa kehilangan kasih ayah dan ibu''.
''ayah dan ibu memang tidak ada bersama kita. Sudah tidak bisa kita sentuh dengan kedua tangan kita dan tidak bisa kita peluk. Tapi kau harus tahu bahwa kasihnya selalu ada untuk kita. Seperti Tuhan menciptakan matahari untuk menemani siang dan bulan untuk menemani malam''.
''apa malam ini kau melihat bulan?'', tanya shindong lagi.

Yeoja itu memandang ke langit kemudian mengangguk.
''ya! Apa itu berarti kasihnya ada bersama kita?'', tanya jieun.
''kau benar!'', jawab shindong.
''uhm, oppa! Apa kau yakin aku akan menjadi seorang yang berhasil? Setidaknya untuk eomma (nyonya sila-red) dan kau!''.

Nyonya sila memperhatikan keduanya dari balik tirai jendela.
''sampai kapanpun orang tua tidak akan tergantikan oleh siapapun walaupun aku sudah berusaha keras untuk menggantikan posisinya'', batin nyonya sila kemudian menutup tirai jendela itu lagi.

Shindong mengangguk kemudian mengusap rambut jieun.
''tidak ada yang mustahil! Percaya saja dan kerjakan bagianmu dengan baik'', kata shindong.
''tapi aku tidak percaya diri. Orang sekecil diriku harus menghadapi perusahaan raksasa seperti SM Entertainment. Disana akan banyak orang pandai dan berbakat'', kata jieun.
''apa kau tahu seberapa besar biji bunga matahari?''.
''sangat kecil! Seperti ujung kukuku!''.
''ya benih sekecil itu jika kau merawatnya dengan baik akan menghasilkan ratusan benih lagi. Jika kau percaya, Tuhan akan memakai hidupmu untuk mencetak orang2 berbakat di sana''.
''ya! Memiliki kekuatan benih bunga matahari''.

Shindong berpikir sejenak dan seperti teringat sesuatu.
''tunggu! Aku mendapat benih bunga matahari dari seseorang, tapi dimana aku meletakkannya ya?'', tanya shindong.
''oppa! Kau sudah terkena penyakit pikun?'', goda jieun.
''ya, aku harus mencarinya karena itu pemberian dari orang yang istimewa''.
''apa kau punya kekasih? Itu dari pacarmu? Kenalkan padaku, oppa!''.
''aku akan menyukainya jika dia seorang wanita, sayangnya bukan!''.



=Rumah Donghae=
Seunghyun bersandar didekat jendela kamarnya seraya memandang bulan purnama yang memantulkan sinar terang di atas langit.
''selama aku melihat bulan diatas sana, pengharapanku tentang ibu tidak akan surut. Ibu masih hidup dan aku berharap ibu hidup dengan baik jauh disana walau tanpa aku disampingnya'', guman seunghyun.



=Beberapa hari kemudian, SM Entertainment=
Jieun berdiri menghadap ke gedung besar bertuliskan SM Ent kemudian merapikan pakaiannya dan memasang name tag di dekat kancing jas nya.
''lee jieun, selamat bekerja. Hwaitting!!'', kata jieun.

Yeoja itu melangkahkan kaki masuk ke arah komputer yang digunakan untuk cek daftar hadir. Jieun mengarahkan name tag pada kamera komputer itu.
*clingg.. lee jieun, piano trainer SM Ent*

Seunghyun berjalan masuk ke dalam lobi kantor bersama dengan direktur lee.
''seunghyun ssi??'', panggil jieun.

Namun namja itu terus berjalan tanpa memperhatikan jieun memanggil namanya.
Seunghyun dan direktur lee masuk ke dalam lift. Saat pintu lift hendak tertutup, jieun menekan tombol dan membuat pintu itu terbuka kembali.

Yeoja itu masuk ke dalam lift dan berdiri di dekat seunghyun.
Direktur lee begitu terkejut melihat seorang trainer berani satu lift dengan dirinya.
''annyeong hasimnikka?'', sapa jieun seraya membungkuk ke arah direktur lee hingga membuat pantatnya menyenggol tubuh seunghyun yang berdiri didekatnya.
Direktur lee mengangguk kaku kemudian beberapa saat ia tersenyum.

''apa kau tidak bisa menjaga pantatmu dengan baik?'', tanya seunghyun.
''ahh!! Mianhamnida!'', jawab jieun seraya membungkuk ke arah seunghyun hingga membuat pantatnya menyenggol direktur lee.

''mianhamnida! Ini karena tasku terlalu besar'', kata jieun tersipu.

Seunghyun memandang jieun lalu memperhatikan name tag yang ada di pakaian gadis itu. Jieun berlagak tidak mengenal seunghyun dan tidak bertegur sapa karena gadis itu sebal dengan tingkah seunghyun yang berpura2 tidak mengenalnya.

*tingggg* pintu lift terbuka. Direktur lee dan seunghyun keluar dari lift itu.

Saat pintu lift hendak tertutup, jieun menekan tombol dan memilih keluar dari lift itu.

Direktur lee pergi ke ruang kerjanya dan seunghyun mendampingi ajeossi itu sampai di depan ruang kerja direktur. Seunghyun membungkuk memberi salam lalu berbalik dari tempat itu.

Namja itu melihat jieun berdiri di sana dan yeoja itu mencoba melambai memberi salam.
''annyeong haseyo. Aku lee jieun. Apa kau bisa mengantarku di ruang kerja trainer?'', tanya jieun.

Seunghyun mengangguk lalu menunjukkan sebuah koridor di dalam kantor itu.
''seorang manager mengantarkan pegawainya sampai di ruang kerja, ini benar2 hebat'', batin jieun.

Jieun sesekali menoleh ke arah seunghyun. Namja itu sama sekali tidak mengajaknya berbicara.
''apa kau sudah lupa denganku? Kita berkenalan saat di festival piano'', kata jieun.
''Bekerjalah dengan baik!'', kata seunghyun lalu menunjuk sebuah ruangan bertuliskan trainer.

Jieun mendengus kemudian masuk ke dalam ruangan itu dan melihat deretan meja dengan tulisan nama dan tugas pekerjaannya.

Jieun duduk di tempat yang bertuliskan lee jieun, trainer piano.
''annyeong hasimnikka! Lee jieun imnida. Bangapseumnida'', kata jieun *bow*.

Beberapa trainer yang bekerja satu ruangan dengannya membalas salam dari jieun.
''ini trainer baru yang katanya lulusan sma?'', bisik seorang trainer.
''kau diamlah'', bisik yang lain lagi.

Jieun mengerjakan tugas sebagai seorang trainer dan menangani beberapa calon artis yang sedang menjalani predebut.
''untuk kunci C, kau harus memainkan achord C,F,G. Arasseo?'', kata jieun.
''apa kau trainer baru dengan ijazah sma itu?'', tanya seorang anak didik jieun.
''mweo?''.
''apa kau benar bisa membuatku pintar bermain piano? Aku tidak ingin asal2an. Sebelum menjadi seorang artis, aku harus bisa menguasai piano dengan baik''.
''hyaaaaa!!! Apa kau meremehkan kemampuanku? Jika aku tidak bisa melakukan apa2, management ini tidak akan memilihku!!''.

Jieun menarik krah baju pemuda itu.
''choi minho!! Jika kau meremehkanku, aku bisa mematahkan lehermu!!'', kata jieun.

Pemuda itu menghempaskan tangan jieun.
''Kau membuatku menjadi tidak berminat dengan piano'', kata minho seraya beranjak dari tempat duduknya.
''jankkanman!!'', teriak jieun.

Minho menoleh, ''wae?''.
''kembalilah ke kursimu! Aku memang trainer dengan ijazah sma tapi percayalah padaku, aku bisa membantumu menjadi seorang pianis berbakat''.

Minho kembali ke tempat duduknya lalu jieun mulai mengajari namja itu tentang permainan musik piano.


Seunghyun melihat jieun sedang melatih minho dari luar ruangan yang dibatasi oleh kaca.



=Jam Makan Siang=
Jieun keluar dari ruang latihan lalu pergi ke ruang kerja trainer.
''apa tempat trainer vokal dan alat musik berbeda?'', tanya jieun pada seorang trainer yang ada di ruangan itu.
Yeoja itu mengangguk, ''ne!''.
''kau mengenal sooyeon? Kenapa aku tidak melihatnya?'', tanya jieun lagi.
''sooyeon mengalami kecelakaan, dia masih di rumah sakit. Kau mengenal sooyeon?'', tanya rekan sesama trainer jieun.
''kecelakaan? Kasihan sekali, padahal dia orang yang sangat baik''.

Jieun keluar dari ruang kerjanya. Tidak lama kemudian seorang ajeossi menghampirinya.
''kau lee jieun?'', tanya ajeossi itu.
''ne?'', jawab jieun.
''ikut aku!''.
Jieun pergi mengikuti ajeossi itu keluar dari kantor.

''direktur, ini lee jieun, trainer baru di kantor kita'', kata ajeossi itu.
''annyeong hasimnikka direktur'', sapa jieun.

Yeoja itu memandang wajah direktur.
''mweo??'', ucapnya saat teringat dirinya menyerobot masuk lift yang dinaiki oleh direktur dan seunghyun.

''direktur, mianhamnida. Tadi pagi tidak seharusnya saya satu lift dengan anda'', kata jieun.
''gwaenchanayo! Kita pergi makan siang untuk merayakan hari pertama kau bekerja di sini'', kata direktur lee.
''tidak perlu repot2 direktur''.

''aku harus waspada, kenapa direktur mengajakku makan siang? Jangan2 dia ingin mengencaniku'', batin jieun.

Yeoja itu menggelengkan kepalanya saat supir pribadi direktur lee membukakan pintu mobil untuknya.
''kau masuk saja'', kata seunghyun yang tiba2 muncul.
''eung?'', kata jieun seraya masuk ke dalam mobil.

Yeoja itu duduk di dekat direktur lee sedangkan seunghyun berada di samping supir.


Tidak lama kemudian, mereka berhenti di depan restoran bulgogi terkenal di korea. Jieun turun dari mobil lalu melihat gambar menu makanan yang ada di restoran itu.

Kemudian, Jieun memandang seporsi bulgogi yang ada di mejanya.
''direktur, gamsa hamnida. aku hanya pegawai rendah, tidak pantas makan satu meja dengan direktur seperti anda'', kata jieun.
''ini di korea, kau tidak hanya menemukan hal ini di kantorku saja. Direktur dan pegawai berada di meja yang sama itu hal yang biasa. Direktur dan pegawainya ada dalam satu garis lurus. Managementku tidak berjalan tanpa kalian'', kata direktur lee.

Seunghyun menuangkan segelas soju untuk direktur lee. Jieun mengulurkan gelas minumannya berharap seunghyun mau menuangkan minuman untuknya.

Setelah beberapa saat jieun mengulurkan gelas kosongnya itu, seunghyun tidak kunjung menuangkan minuman untuknya.
''seunghyun ssi, kau tidak menuangkan soju untukku?'', bisik jieun.

Seunghyun memberikan sebotol soju pada jieun.
''kau bisa menuangkan sendiri'', kata seunghyun.

Jieun mengambil sebotol soju itu lalu meneguknya sampai habis. Seunghyun terkejut melihat ulah jieun lalu memandang direktur lee.
''maafkan gadis ini, direktur. Dia selalu mempermalukan dirinya sendiri'', kata seunghyun.
''apa yang kau bicarakan? Apa seorang gadis minum dengan botol itu aneh?'', kata jieun setengah mabuk.

Jieun meletakkan botol sojunya dengan keras diatas meja kemudian menarik piring bulgoginya.
''kau sedang makan dengan direktur. Apa kau tidak punya sikap sopan?'', kata seunghyun.
''sopan? Apa kau memilikinya?'', kata jieun.
''gadis seperti apa kau ini? Atitutmu begitu buruk!''.

Jieun tidak mengindahkan ucapan seunghyun dan terus menikmati bulgoginya.
Jieun beranjak dari tempat duduknya dengan terhuyung2.
''direktur, aku tidak ingin berhutang budi padamu. Jadi, aku akan membayar sendiri bulgogi yang sudah ku makan'', kata jieun kemudian membungkuk memberi salam.
''eodiga?'', seru seunghyun.
Direktur lee meminta seunghyun untuk tidak berteriak pada jieun.

Jieun terhuyung setengah mabuk berjalan ke arah meja kasir. Yeoja itu mengeluarkan dompet dari tasnya.

*kriiinnccingg* uang receh jieun menggelinding ke lantai.

Yeoja itu memungguti uang recehnya itu dengan berjongkok.
''permisi!! Permisi!!'', kata jieun saat mengambil uang recehnya di dekat kaki seorang pembeli.

Direktur lee hanya tersenyum geli melihat ulah jieun kemudian menggeleng kepala karena heran.

Jieun keluar dari restoran itu lalu berdiri di pinggir jalan menunggu sebuah bus yang akan membawanya kembali ke kantor.

Yeoja itu melihat sekelilingnya berputar2 kemudian menepuk pipinya.
''aku harus kembali ke kantor. Ini hari pertamaku bekerja!!'', gumannya.

Tiba2 jieun tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya hingga membuatnya oleng ke arah jalan raya.
*tin tin tin* bunyi klakson mobil yang melaju ke arah jieun.

Dengan sigap, Seunghyun menarik tubuh jieun ke trotoar jalan. Namja itu meraih pinggang jieun.
''kenapa kau tidak bisa menjaga dirimu sendiri?'', tanya seunghyun.
''aku sudah menjaganya dengan baik!'', kata jieun.
''bagaimana jika ada orang yang celaka karena ulahmu tadi?''.

Jieun terdiam, ia tiba2 teringat kejadian saat menunggu sebuah bus ketika pulang dari lomba festival piano klasik dan terjadi kecelakaan tragis.
''celaka karena ulahku?'', ucapnya lirih.
''celaka?? Celaka?? Jika itu benar, aku harap orangnya adalah kau!'', kata jieun lagi kemudian memukul tangan seunghyun yang masih melingkar di pinggangnya.

Seunghyun terhenyak kaget kemudian melepaskan tangannya dari pinggang jieun.

Tidak lama kemudian, sebuah bus berhenti dan jieun masuk ke dalam bus dengan terhuyung. Seunghyun mengikuti jieun naik kedalam bus dan duduk di dekat gadis itu.
''seharusnya kau tidak minum soju sebanyak itu'', kata seunghyun.
''karena kau tidak menuangkan segelas untukku'', jawab jieun.
''kau menyiksa dirimu sendiri! Apa untungnya untukmu?''.
''tidak ada! Malah hal buruk menimpaku. Kau mengikutiku seperti ekor!''.
''mweo?? Aiss!!''.

*ukhhh ukhhhh* jieun menahan mulutnya karena perutnya terasa mual.
''jangan muntah! Tunggu!! Jangan lakukan!!'', teriak seunghyun panik.

*ukhhh ukhhhhh* jieun menahan rasa muntahnya.
''jangan muntah!!'', seru seunghyun.

Jieun membuka resleting tasnya kemudian menuangkan semua barang2nya di pangkuan seunghyun. Jieun muntah di dalam tasnya. Seunghyun berpaling karena merasa jijik dengan ulah jieun.
''aiss!!!'', gerutunya.



=Rumah sakit seoul=
Donghae masuk ke dalam sebuah kamar perawatan dengan membawa buket bunga segar. Donghae memandang sooyeon yang terbaring di atas tempat tidur.
''nona sooyeon sudah siuman, hanya saja dia sekarang masih istirahat'', kata seorang perawat saat melihat donghae masuk ke kamar itu.

Donghae mengangguk, ''ne! Gomapseumnida!''.

Namja itu duduk di dekat ranjang sooyeon.
''apa yang harus aku lakukan jika sooyeon menanyakan sesuatu tentang dongchul?'', batin donghae.

Tidak lama kemudian, Sooyeon membuka matanya lalu memandang ke arah namja yang duduk di samping tempat tidurnya.
''dongchul ah???'', ucap sooyeon lalu beranjak memeluk donghae.

Donghae membalas pelukan yeoja itu, ''gwaenchana, aku ada di sini. Aku baik2 saja'', kata Donghae.

Sooyeon melepas pelukannya lalu memandang donghae dan menyentuh wajah namja itu.
''kau dongchul?'', tanya sooyeon.
''aku lee dongchul'', jawab donghae.

Sooyeon menyentuh pelipis kepalanya lalu memejamkan matanya.
''kau dongchul??'', tanya sooyeon.
''lee dongchul?!...'', ucap yeoja itu lagi.

*bruukkkk* sooyeon jatuh pingsan.

Donghae menekan bel di dekat tempat duduknya, tidak lama kemudian seorang perawat masuk dan segera menangani sooyeon.


Donghae menemui seorang dokter untuk membicarakan masalah sooyeon.
''sooyeon mengalami amnesia ringan'', kata dokter itu.
''amnesia? Bagaimana sooyeon masih bisa mengingat dongchul?'', tanya donghae.
''karena sooyeon hanya mengingat kejadian sebelum ia mengalami kecelakaan bersama dongchul''.
''sooyeon tidak bisa mengingat kejadian lainnya?''.
Dokter itu mengangguk, ''tapi kau jangan khawatir, ini hanya amnesia ringan dan bisa pulih sedikit demi sedikit saat menjalani terapi''.


Donghae kembali ke kamar perawatan sooyeon, perawat itu masih mengecek selang infus kemudian menyelimuti tubuh sooyeon.
''gamsa hamnida'', kata donghae saat melihat perawat itu keluar dari ruangan.

Ponsel di saku donghae berdering.
''yeoboseyo?'', jawab donghae.
''kau melupakan jadwal latihanmu?'', tanya seorang namja dari ponsel donghae.
''bagaimana dengan grandprix mu?'', tanya pria itu lagi.
''aku berhenti''.
''mweo? Kau gila? Hyaa donghae ah!!''.
''apa kau tidak mendengarku? Aku berhenti!!''.
*tut tut tut* donghae memutuskan sambungan teleponnya.



=Kantor SM Ent=
Jieun masuk ke dalam kantor dengan terhuyung. Efek dari sebotol soju yang ia minum belum juga hilang.
''mianhamnida!!'', kata jieun *bow* saat menabrak tubuh seseorang.

''bukankah dia trainer lulusan sma itu? Dia mabuk? astaga kenapa bisa begitu'', kata seorang resepsionis yang ada di lobi kantor seraya berbisik pada teman yang berdiri di sampingnya.
''kau benar! Hebat sekali, baru pertama kali bekerja, dia bisa menggaet manager choi!'', bisik yang lainnya lagi.

Seunghyun mendengar pembicaraan para resepsionis itu kemudian mendekati jieun dan memegang lengan yeoja itu. Seunghyun menarik jieun dan membawanya masuk ke dalam toilet wanita.

*blep blep blep blep* Seunghyun mendorong kepala jieun masuk ke dalam wastafel yang berisi penuh air.
Seunghyun melakukannya berulang2 agar jieun cepat sadar dari efek mabuknya.
''kenapa ada pria kejam sepertimu?'', kata jieun seraya memandang wajahnya di cermin toilet.

Seunghyun tidak menjawab sepatah katapun lalu keluar dari toilet itu. Jieun memandang wajahnya yang masih basah kuyup lalu membersihkannya dengan tisu.
''tasku dimana? Bukankah aku pergi membawa tas? Akhh, apa aku baru saja dicopet?'', gerutunya.



=Ruang Kerja Direktur lee=
Ajeossi itu sedang berbicara dengan seorang pengacara melalui sambungan telepon.
''direktur kenapa anda memasukkan choi seunghyun di dalam hak waris saham perusahaan?'', tanya pengacaranya.
''karena dia berhak mendapatkannya, bahkan seluruh saham perusahaan ini!'', jawab direktur lee.
''apa tidak sebaiknya anda menuliskan juga nama donghae? Dia putramu''.
''mau jadi apa perusahaan ini jika donghae ikut campur dalam masalah saham? Dia hanya memikirkan kesenangannya sendiri. Apa pernah kau dengar seorang pembalap beralih menjadi pengusaha di industri hiburan dan sukses?''.

Di luar ruangan, donghae hendak membuka knop pintu ruang kerja ayahnya saat ia mendengar sebuah percakapan dari dalam ruangan itu.
''donghae tidak tahu apa2 bagaimana caranya mengelola perusahaan. Satu2nya putraku yang bisa ku andalkan adalah dongchul. Sekarang tidak ada lagi yang bisa ku andalkan selain seunghyun'', kata direktur lee yang terdengar sampai diluar ruangannya.
''dulu aku sempat berpikir bahwa dongchul bisa mengelola managemen musik karena dia tahu apa itu musik. Tapi, kenapa Tuhan memanggilnya begitu cepat'', kata direktur lee lagi.


Donghae membuka knop pintu lalu berdiri menatap ayahnya. Tuan lee begitu terkejut kemudian meletakkan gagang teleponnya diatas meja.
''donghae ah?'', sapa direktur lee.
''ayah, aku ingin menjadi bagian dari perusahaanmu. Jika tidak ada dongchul, kau masih bisa mengandalkan aku. Jangan menganggapku seolah tidak mampu melakukan apa2'', kata donghae.
''kau memang tidak akan mampu melakukannya! Sebaiknya kau lakukan saja apa yang menjadi kesenanganmu!''.
''katakan pada semua pegawaimu dan juga ibu, bahwa yang mati itu lee donghae dan bukan lee dongchul'', kata donghae lagi.
''donghae ah, apa maksudmu? Jalani apa yang menjadi kesenanganmu. Aku tidak akan memikirkannya lagi'', kata direktur lee.
''donghae sudah mati!!''.

Donghae keluar dari ruangan direktur lee lalu berjalan ke koridor kantor dengan gontai.
''donghae sudah mati'', ucapnya lirih lalu tersenyum kecut.

Jieun beranjak ke arah ruang latihan dengan membawa setumpuk buku catatan musik.
''ya ampun kenapa seorang trainer harus membawanya sendiri? Aku benar2 bekerja keras'', kata jieun.
''jika aku sudah berhasil, aku tidak akan membebankan pekerjaanku pada juniorku karena mereka akan sangat menderita!'', ucapnya lagi.

*brakkkk* buku2 yang dibawa jieun berjatuhan ke lantai.
Yeoja itu memunggutinya satu persatu. Jieun melihat seorang namja membantunya memunguti buku2 itu.
''gamsa hamnida'', kata jieun saat menerima buku itu kemudian berlalu dari sana.

Jieun menoleh ke belakang dan melihat namja itu yang hanya tampak punggungnya saja.
''bukankah itu lee dongchul?'', gumannya.

Jieun menghentikan langkahnya lalu memanggil namja itu.
''dongchul ssi??'', panggil jieun.
Donghae menoleh, ''ne? Aku lee dongchul! Waeyo?''.

(Ost: 4minutes- Volume Up)

@tobe continueGenre: Romance
Part: 1-19
Cast:
IU/ Lee JiEun
Lee Donghae (Super Junior)
TOP/ Choi Seunghyun (BigBang)
Jung Sooyeon/ Jessica (Snsd)
#lee dongchul: saudara kembar lee donghae (hanya di FF ini^^)

Ost: ZiA - Hope It's You (With K.Will)

Part *4

Hari ini pemakaman dongchul. Namja itu meninggal karena kecelakaan.
Nyonya lee begitu terpukul dengan kematian dongchul dan menangis sendu di pelukan suaminya.

Donghae berdiri tidak jauh dari pusara saudara kembarnya itu.
''aku akan membuat diriku saat ini menjadi seperti dongchul. Untuk ibu dan juga sooyeon'', kata donghae dalam hati.
(Ost: ZiA - Hope It's You (With K.Will))

Seunghyun memandang donghae kemudian melepas kacamata hitamnya.
''apa kau bisa bertahan hidup tanpa dongchul disampingmu, donghae ah? Apa kau akan seperti seorang buta yang kehilangan tongkatnya?'', batin seunghyun.

Upacara pemakaman dongchul selesai, donghae memilih untuk tetap tinggal di sana beberapa waktu sedangkan semua rombongan berjalan keluar dari area pemakaman itu.
''apa kau akan meluapkan kesedihanmu saat tidak ada orang di dekatmu?'', tanya seunghyun.
''tidak! Air mataku terlalu berharga. Dongchul pun tidak menginginkannya. Sebaiknya kau pulang dan temani ayah ibuku'', kata donghae.
Seunghyun hanya mengangguk kemudian meninggalkan tempat itu.

Donghae memandang pusara dongchul yang masih basah dengan taburan bunga yang masih segar.
''maafkan aku, dongchul ah!'', kata donghae kemudian meneteskan air matanya.
''kau jauh lebih baik dariku, kenapa kau pergi lebih dulu? Apa kau bahagia di sana, meninggalkan semua orang yang mencintaimu?'', kata donghae lagi.

Entah sudah berapa lama donghae terduduk di pusara dongchul serta menangisi kematian saudara kembarnya itu.

Seorang pria setengah baya berjalan melewatinya kemudian menaruh buket bunga di sebuah pusara tidak jauh dari pusara dongchul.
''apa kau menangisi kepergiaan orang yang kau cintai?'', tanya ajeossi itu kemudian berjalan mendekat ke arah donghae.

Donghae menoleh kemudian berpaling seraya menghapus air matanya.
''maafkan aku, sehingga kau melihat hal yang begitu memalukan bagi seorang pria'', kata donghae.
''tidak! Yang kau lakukan tidak salah tapi jika kau melakukannya terus menerus, itu adalah salah'', kata ajeossi itu seraya duduk di dekat donghae.

Ajeossi itu membaca tulisan nama di nisan dongchul.
''lee dongchul? Apakah ini anak direktur SM Ent itu? Yang meninggal karena kecelakaan?'', tanya ajeossi itu.
''kenapa paman bisa mengenalnya?'', tanya donghae.
''semua televisi dan media massa menyiarkannya''.
''Uhm, apa paman mengunjungi makam seseorang?''.

Ajeossi itu mengangguk kemudian memandang ke arah pusara dengan sebuah buket bunga diatasnya.
''seseorang yang sangat berarti'', kata ajeossi itu.
''hatimu pasti kacau sama seperti yang aku rasakan sekarang ini'', kata donghae.
''hatimu kacau karena kematian seseorang?'', tanya ajeossi itu.
''mweo? Kenapa kau balik bertanya?''.
''Uhm, ada seorang ayah, dia hidup dengan anak satu2nya setelah istrinya meninggal karena pendarahan saat melahirkan anak itu. Anak itu bernama kim jaejin. Tapi ayah itu kehilangan jaejin karena sakit yang tidak tersembuhkan. Kematian jaejin membuatnya terpukul dan kehilangan harapan. Ia tidak mau dihibur, seakan semua jalan hidupnya yang harus ia jalani secara normal, tidak berarti lagi''.

Ajeossi itu memandang lapang arena pemakaman itu seraya tetap duduk di dekat donghae.
''suatu malam, dalam kesedihannya, sang ayah tertidur dan bermimpi. Ia seperti berada di surga dan melihat sekelompok malaikat tanpa sayap dengan wajah sukacita sambil membawa lilin menyala, namun satu hal yang mengganggu pemandangan itu, ia melihat seorang anak kecil dengan membawa lilin yang tidak menyala. Ia mendekati anak itu dan betapa terkejutnya saat melihat anak itu adalah kim jaejin, anaknya yang sudah tiada'', kata ajeossi itu.
''sang ayah dengan keheranan bertanya, *mengapa hanya lilin milikmu saja yang tidak menyala, nak?*, anak itupun menjawab *ayah, aku sudah seringkali menyalakan lilin ini lagi, tetapi, setiapkali tetesan airmata ayah jatuh dan memadamkan lilin ini*'', kata ajeossi itu lagi.

Donghae memandang ajeossi itu dan ajeossi itu membalas dengan menyunggingkan senyumnya.
''lakukan sesuatu yang baik untuk tetap membuat lilin sodaramu menyala di surga. Kita yang masih ada di dunia ini memiliki tugas untuk tetap menjalani hidup dengan baik!'', kata ajeossi itu kemudian beranjak meninggalkan donghae.
''ceritamu sangat menguatkan tapi mungkin itu hanya kau dapati di dalam sebuah buku. Kenyataannya tidak semudah itu'', kata donghae.
Pria itu menoleh kemudian tersenyum dan melambaikan salam perpisahan.

Donghae memandang ajeossi itu sudah berjalan begitu jauh. Namja itu beranjak dan melewati pusara dengan buket bunga yang ditaruh oleh ajeossi itu.
*Kim Jae Jin. Rest in peace Januari 2012*

Donghae menoleh ke arah jalan keluar pemakaman mencoba mencari sosok ajeossi itu namun pria itu tidak terlihat lagi.



=Malam hari, Rumah Jieun=
Jieun duduk di teras rumahnya seraya memandang bulan yang tampak bundar di langit yang gelap. Ia memperhatikan terang yang dipantulkan oleh bulan itu. Jieun berpaling memandang taman bunga matahari yang selalu dirawat oleh shindong.
''kakak pasti merawatmu dengan baik'', guman jieun seolah berbicara dengan bunga2 kesayangan kakaknya itu.

Jieun menoleh ke arah pintu saat mendengar suara hentakan tongkat penyangga milik kakaknya. Namja itu mendekat kemudian duduk di dekat jieun.
''shindong oppa?'', sapa jieun.
''kau pasti cemas dengan hari pertama kerjamu besok'', kata shindong.
''apa yang aku dapat sekarang ini sepertinya tidak berarti jika tidak ada ayah dan ibu disini. Aku seperti sendirian karena ada saat dimana aku merasa kehilangan kasih ayah dan ibu''.
''ayah dan ibu memang tidak ada bersama kita. Sudah tidak bisa kita sentuh dengan kedua tangan kita dan tidak bisa kita peluk. Tapi kau harus tahu bahwa kasihnya selalu ada untuk kita. Seperti Tuhan menciptakan matahari untuk menemani siang dan bulan untuk menemani malam''.
''apa malam ini kau melihat bulan?'', tanya shindong lagi.

Yeoja itu memandang ke langit kemudian mengangguk.
''ya! Apa itu berarti kasihnya ada bersama kita?'', tanya jieun.
''kau benar!'', jawab shindong.
''uhm, oppa! Apa kau yakin aku akan menjadi seorang yang berhasil? Setidaknya untuk eomma (nyonya sila-red) dan kau!''.

Nyonya sila memperhatikan keduanya dari balik tirai jendela.
''sampai kapanpun orang tua tidak akan tergantikan oleh siapapun walaupun aku sudah berusaha keras untuk menggantikan posisinya'', batin nyonya sila kemudian menutup tirai jendela itu lagi.

Shindong mengangguk kemudian mengusap rambut jieun.
''tidak ada yang mustahil! Percaya saja dan kerjakan bagianmu dengan baik'', kata shindong.
''tapi aku tidak percaya diri. Orang sekecil diriku harus menghadapi perusahaan raksasa seperti SM Entertainment. Disana akan banyak orang pandai dan berbakat'', kata jieun.
''apa kau tahu seberapa besar biji bunga matahari?''.
''sangat kecil! Seperti ujung kukuku!''.
''ya benih sekecil itu jika kau merawatnya dengan baik akan menghasilkan ratusan benih lagi. Jika kau percaya, Tuhan akan memakai hidupmu untuk mencetak orang2 berbakat di sana''.
''ya! Memiliki kekuatan benih bunga matahari''.

Shindong berpikir sejenak dan seperti teringat sesuatu.
''tunggu! Aku mendapat benih bunga matahari dari seseorang, tapi dimana aku meletakkannya ya?'', tanya shindong.
''oppa! Kau sudah terkena penyakit pikun?'', goda jieun.
''ya, aku harus mencarinya karena itu pemberian dari orang yang istimewa''.
''apa kau punya kekasih? Itu dari pacarmu? Kenalkan padaku, oppa!''.
''aku akan menyukainya jika dia seorang wanita, sayangnya bukan!''.



=Rumah Donghae=
Seunghyun bersandar didekat jendela kamarnya seraya memandang bulan purnama yang memantulkan sinar terang di atas langit.
''selama aku melihat bulan diatas sana, pengharapanku tentang ibu tidak akan surut. Ibu masih hidup dan aku berharap ibu hidup dengan baik jauh disana walau tanpa aku disampingnya'', guman seunghyun.



=Beberapa hari kemudian, SM Entertainment=
Jieun berdiri menghadap ke gedung besar bertuliskan SM Ent kemudian merapikan pakaiannya dan memasang name tag di dekat kancing jas nya.
''lee jieun, selamat bekerja. Hwaitting!!'', kata jieun.

Yeoja itu melangkahkan kaki masuk ke arah komputer yang digunakan untuk cek daftar hadir. Jieun mengarahkan name tag pada kamera komputer itu.
*clingg.. lee jieun, piano trainer SM Ent*

Seunghyun berjalan masuk ke dalam lobi kantor bersama dengan direktur lee.
''seunghyun ssi??'', panggil jieun.

Namun namja itu terus berjalan tanpa memperhatikan jieun memanggil namanya.
Seunghyun dan direktur lee masuk ke dalam lift. Saat pintu lift hendak tertutup, jieun menekan tombol dan membuat pintu itu terbuka kembali.

Yeoja itu masuk ke dalam lift dan berdiri di dekat seunghyun.
Direktur lee begitu terkejut melihat seorang trainer berani satu lift dengan dirinya.
''annyeong hasimnikka?'', sapa jieun seraya membungkuk ke arah direktur lee hingga membuat pantatnya menyenggol tubuh seunghyun yang berdiri didekatnya.
Direktur lee mengangguk kaku kemudian beberapa saat ia tersenyum.

''apa kau tidak bisa menjaga pantatmu dengan baik?'', tanya seunghyun.
''ahh!! Mianhamnida!'', jawab jieun seraya membungkuk ke arah seunghyun hingga membuat pantatnya menyenggol direktur lee.

''mianhamnida! Ini karena tasku terlalu besar'', kata jieun tersipu.

Seunghyun memandang jieun lalu memperhatikan name tag yang ada di pakaian gadis itu. Jieun berlagak tidak mengenal seunghyun dan tidak bertegur sapa karena gadis itu sebal dengan tingkah seunghyun yang berpura2 tidak mengenalnya.

*tingggg* pintu lift terbuka. Direktur lee dan seunghyun keluar dari lift itu.

Saat pintu lift hendak tertutup, jieun menekan tombol dan memilih keluar dari lift itu.

Direktur lee pergi ke ruang kerjanya dan seunghyun mendampingi ajeossi itu sampai di depan ruang kerja direktur. Seunghyun membungkuk memberi salam lalu berbalik dari tempat itu.

Namja itu melihat jieun berdiri di sana dan yeoja itu mencoba melambai memberi salam.
''annyeong haseyo. Aku lee jieun. Apa kau bisa mengantarku di ruang kerja trainer?'', tanya jieun.

Seunghyun mengangguk lalu menunjukkan sebuah koridor di dalam kantor itu.
''seorang manager mengantarkan pegawainya sampai di ruang kerja, ini benar2 hebat'', batin jieun.

Jieun sesekali menoleh ke arah seunghyun. Namja itu sama sekali tidak mengajaknya berbicara.
''apa kau sudah lupa denganku? Kita berkenalan saat di festival piano'', kata jieun.
''Bekerjalah dengan baik!'', kata seunghyun lalu menunjuk sebuah ruangan bertuliskan trainer.

Jieun mendengus kemudian masuk ke dalam ruangan itu dan melihat deretan meja dengan tulisan nama dan tugas pekerjaannya.

Jieun duduk di tempat yang bertuliskan lee jieun, trainer piano.
''annyeong hasimnikka! Lee jieun imnida. Bangapseumnida'', kata jieun *bow*.

Beberapa trainer yang bekerja satu ruangan dengannya membalas salam dari jieun.
''ini trainer baru yang katanya lulusan sma?'', bisik seorang trainer.
''kau diamlah'', bisik yang lain lagi.

Jieun mengerjakan tugas sebagai seorang trainer dan menangani beberapa calon artis yang sedang menjalani predebut.
''untuk kunci C, kau harus memainkan achord C,F,G. Arasseo?'', kata jieun.
''apa kau trainer baru dengan ijazah sma itu?'', tanya seorang anak didik jieun.
''mweo?''.
''apa kau benar bisa membuatku pintar bermain piano? Aku tidak ingin asal2an. Sebelum menjadi seorang artis, aku harus bisa menguasai piano dengan baik''.
''hyaaaaa!!! Apa kau meremehkan kemampuanku? Jika aku tidak bisa melakukan apa2, management ini tidak akan memilihku!!''.

Jieun menarik krah baju pemuda itu.
''choi minho!! Jika kau meremehkanku, aku bisa mematahkan lehermu!!'', kata jieun.

Pemuda itu menghempaskan tangan jieun.
''Kau membuatku menjadi tidak berminat dengan piano'', kata minho seraya beranjak dari tempat duduknya.
''jankkanman!!'', teriak jieun.

Minho menoleh, ''wae?''.
''kembalilah ke kursimu! Aku memang trainer dengan ijazah sma tapi percayalah padaku, aku bisa membantumu menjadi seorang pianis berbakat''.

Minho kembali ke tempat duduknya lalu jieun mulai mengajari namja itu tentang permainan musik piano.


Seunghyun melihat jieun sedang melatih minho dari luar ruangan yang dibatasi oleh kaca.



=Jam Makan Siang=
Jieun keluar dari ruang latihan lalu pergi ke ruang kerja trainer.
''apa tempat trainer vokal dan alat musik berbeda?'', tanya jieun pada seorang trainer yang ada di ruangan itu.
Yeoja itu mengangguk, ''ne!''.
''kau mengenal sooyeon? Kenapa aku tidak melihatnya?'', tanya jieun lagi.
''sooyeon mengalami kecelakaan, dia masih di rumah sakit. Kau mengenal sooyeon?'', tanya rekan sesama trainer jieun.
''kecelakaan? Kasihan sekali, padahal dia orang yang sangat baik''.

Jieun keluar dari ruang kerjanya. Tidak lama kemudian seorang ajeossi menghampirinya.
''kau lee jieun?'', tanya ajeossi itu.
''ne?'', jawab jieun.
''ikut aku!''.
Jieun pergi mengikuti ajeossi itu keluar dari kantor.

''direktur, ini lee jieun, trainer baru di kantor kita'', kata ajeossi itu.
''annyeong hasimnikka direktur'', sapa jieun.

Yeoja itu memandang wajah direktur.
''mweo??'', ucapnya saat teringat dirinya menyerobot masuk lift yang dinaiki oleh direktur dan seunghyun.

''direktur, mianhamnida. Tadi pagi tidak seharusnya saya satu lift dengan anda'', kata jieun.
''gwaenchanayo! Kita pergi makan siang untuk merayakan hari pertama kau bekerja di sini'', kata direktur lee.
''tidak perlu repot2 direktur''.

''aku harus waspada, kenapa direktur mengajakku makan siang? Jangan2 dia ingin mengencaniku'', batin jieun.

Yeoja itu menggelengkan kepalanya saat supir pribadi direktur lee membukakan pintu mobil untuknya.
''kau masuk saja'', kata seunghyun yang tiba2 muncul.
''eung?'', kata jieun seraya masuk ke dalam mobil.

Yeoja itu duduk di dekat direktur lee sedangkan seunghyun berada di samping supir.


Tidak lama kemudian, mereka berhenti di depan restoran bulgogi terkenal di korea. Jieun turun dari mobil lalu melihat gambar menu makanan yang ada di restoran itu.

Kemudian, Jieun memandang seporsi bulgogi yang ada di mejanya.
''direktur, gamsa hamnida. aku hanya pegawai rendah, tidak pantas makan satu meja dengan direktur seperti anda'', kata jieun.
''ini di korea, kau tidak hanya menemukan hal ini di kantorku saja. Direktur dan pegawai berada di meja yang sama itu hal yang biasa. Direktur dan pegawainya ada dalam satu garis lurus. Managementku tidak berjalan tanpa kalian'', kata direktur lee.

Seunghyun menuangkan segelas soju untuk direktur lee. Jieun mengulurkan gelas minumannya berharap seunghyun mau menuangkan minuman untuknya.

Setelah beberapa saat jieun mengulurkan gelas kosongnya itu, seunghyun tidak kunjung menuangkan minuman untuknya.
''seunghyun ssi, kau tidak menuangkan soju untukku?'', bisik jieun.

Seunghyun memberikan sebotol soju pada jieun.
''kau bisa menuangkan sendiri'', kata seunghyun.

Jieun mengambil sebotol soju itu lalu meneguknya sampai habis. Seunghyun terkejut melihat ulah jieun lalu memandang direktur lee.
''maafkan gadis ini, direktur. Dia selalu mempermalukan dirinya sendiri'', kata seunghyun.
''apa yang kau bicarakan? Apa seorang gadis minum dengan botol itu aneh?'', kata jieun setengah mabuk.

Jieun meletakkan botol sojunya dengan keras diatas meja kemudian menarik piring bulgoginya.
''kau sedang makan dengan direktur. Apa kau tidak punya sikap sopan?'', kata seunghyun.
''sopan? Apa kau memilikinya?'', kata jieun.
''gadis seperti apa kau ini? Atitutmu begitu buruk!''.

Jieun tidak mengindahkan ucapan seunghyun dan terus menikmati bulgoginya.
Jieun beranjak dari tempat duduknya dengan terhuyung2.
''direktur, aku tidak ingin berhutang budi padamu. Jadi, aku akan membayar sendiri bulgogi yang sudah ku makan'', kata jieun kemudian membungkuk memberi salam.
''eodiga?'', seru seunghyun.
Direktur lee meminta seunghyun untuk tidak berteriak pada jieun.

Jieun terhuyung setengah mabuk berjalan ke arah meja kasir. Yeoja itu mengeluarkan dompet dari tasnya.

*kriiinnccingg* uang receh jieun menggelinding ke lantai.

Yeoja itu memungguti uang recehnya itu dengan berjongkok.
''permisi!! Permisi!!'', kata jieun saat mengambil uang recehnya di dekat kaki seorang pembeli.

Direktur lee hanya tersenyum geli melihat ulah jieun kemudian menggeleng kepala karena heran.

Jieun keluar dari restoran itu lalu berdiri di pinggir jalan menunggu sebuah bus yang akan membawanya kembali ke kantor.

Yeoja itu melihat sekelilingnya berputar2 kemudian menepuk pipinya.
''aku harus kembali ke kantor. Ini hari pertamaku bekerja!!'', gumannya.

Tiba2 jieun tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya hingga membuatnya oleng ke arah jalan raya.
*tin tin tin* bunyi klakson mobil yang melaju ke arah jieun.

Dengan sigap, Seunghyun menarik tubuh jieun ke trotoar jalan. Namja itu meraih pinggang jieun.
''kenapa kau tidak bisa menjaga dirimu sendiri?'', tanya seunghyun.
''aku sudah menjaganya dengan baik!'', kata jieun.
''bagaimana jika ada orang yang celaka karena ulahmu tadi?''.

Jieun terdiam, ia tiba2 teringat kejadian saat menunggu sebuah bus ketika pulang dari lomba festival piano klasik dan terjadi kecelakaan tragis.
''celaka karena ulahku?'', ucapnya lirih.
''celaka?? Celaka?? Jika itu benar, aku harap orangnya adalah kau!'', kata jieun lagi kemudian memukul tangan seunghyun yang masih melingkar di pinggangnya.

Seunghyun terhenyak kaget kemudian melepaskan tangannya dari pinggang jieun.

Tidak lama kemudian, sebuah bus berhenti dan jieun masuk ke dalam bus dengan terhuyung. Seunghyun mengikuti jieun naik kedalam bus dan duduk di dekat gadis itu.
''seharusnya kau tidak minum soju sebanyak itu'', kata seunghyun.
''karena kau tidak menuangkan segelas untukku'', jawab jieun.
''kau menyiksa dirimu sendiri! Apa untungnya untukmu?''.
''tidak ada! Malah hal buruk menimpaku. Kau mengikutiku seperti ekor!''.
''mweo?? Aiss!!''.

*ukhhh ukhhhh* jieun menahan mulutnya karena perutnya terasa mual.
''jangan muntah! Tunggu!! Jangan lakukan!!'', teriak seunghyun panik.

*ukhhh ukhhhhh* jieun menahan rasa muntahnya.
''jangan muntah!!'', seru seunghyun.

Jieun membuka resleting tasnya kemudian menuangkan semua barang2nya di pangkuan seunghyun. Jieun muntah di dalam tasnya. Seunghyun berpaling karena merasa jijik dengan ulah jieun.
''aiss!!!'', gerutunya.



=Rumah sakit seoul=
Donghae masuk ke dalam sebuah kamar perawatan dengan membawa buket bunga segar. Donghae memandang sooyeon yang terbaring di atas tempat tidur.
''nona sooyeon sudah siuman, hanya saja dia sekarang masih istirahat'', kata seorang perawat saat melihat donghae masuk ke kamar itu.

Donghae mengangguk, ''ne! Gomapseumnida!''.

Namja itu duduk di dekat ranjang sooyeon.
''apa yang harus aku lakukan jika sooyeon menanyakan sesuatu tentang dongchul?'', batin donghae.

Tidak lama kemudian, Sooyeon membuka matanya lalu memandang ke arah namja yang duduk di samping tempat tidurnya.
''dongchul ah???'', ucap sooyeon lalu beranjak memeluk donghae.

Donghae membalas pelukan yeoja itu, ''gwaenchana, aku ada di sini. Aku baik2 saja'', kata Donghae.

Sooyeon melepas pelukannya lalu memandang donghae dan menyentuh wajah namja itu.
''kau dongchul?'', tanya sooyeon.
''aku lee dongchul'', jawab donghae.

Sooyeon menyentuh pelipis kepalanya lalu memejamkan matanya.
''kau dongchul??'', tanya sooyeon.
''lee dongchul?!...'', ucap yeoja itu lagi.

*bruukkkk* sooyeon jatuh pingsan.

Donghae menekan bel di dekat tempat duduknya, tidak lama kemudian seorang perawat masuk dan segera menangani sooyeon.


Donghae menemui seorang dokter untuk membicarakan masalah sooyeon.
''sooyeon mengalami amnesia ringan'', kata dokter itu.
''amnesia? Bagaimana sooyeon masih bisa mengingat dongchul?'', tanya donghae.
''karena sooyeon hanya mengingat kejadian sebelum ia mengalami kecelakaan bersama dongchul''.
''sooyeon tidak bisa mengingat kejadian lainnya?''.
Dokter itu mengangguk, ''tapi kau jangan khawatir, ini hanya amnesia ringan dan bisa pulih sedikit demi sedikit saat menjalani terapi''.


Donghae kembali ke kamar perawatan sooyeon, perawat itu masih mengecek selang infus kemudian menyelimuti tubuh sooyeon.
''gamsa hamnida'', kata donghae saat melihat perawat itu keluar dari ruangan.

Ponsel di saku donghae berdering.
''yeoboseyo?'', jawab donghae.
''kau melupakan jadwal latihanmu?'', tanya seorang namja dari ponsel donghae.
''bagaimana dengan grandprix mu?'', tanya pria itu lagi.
''aku berhenti''.
''mweo? Kau gila? Hyaa donghae ah!!''.
''apa kau tidak mendengarku? Aku berhenti!!''.
*tut tut tut* donghae memutuskan sambungan teleponnya.



=Kantor SM Ent=
Jieun masuk ke dalam kantor dengan terhuyung. Efek dari sebotol soju yang ia minum belum juga hilang.
''mianhamnida!!'', kata jieun *bow* saat menabrak tubuh seseorang.

''bukankah dia trainer lulusan sma itu? Dia mabuk? astaga kenapa bisa begitu'', kata seorang resepsionis yang ada di lobi kantor seraya berbisik pada teman yang berdiri di sampingnya.
''kau benar! Hebat sekali, baru pertama kali bekerja, dia bisa menggaet manager choi!'', bisik yang lainnya lagi.

Seunghyun mendengar pembicaraan para resepsionis itu kemudian mendekati jieun dan memegang lengan yeoja itu. Seunghyun menarik jieun dan membawanya masuk ke dalam toilet wanita.

*blep blep blep blep* Seunghyun mendorong kepala jieun masuk ke dalam wastafel yang berisi penuh air.
Seunghyun melakukannya berulang2 agar jieun cepat sadar dari efek mabuknya.
''kenapa ada pria kejam sepertimu?'', kata jieun seraya memandang wajahnya di cermin toilet.

Seunghyun tidak menjawab sepatah katapun lalu keluar dari toilet itu. Jieun memandang wajahnya yang masih basah kuyup lalu membersihkannya dengan tisu.
''tasku dimana? Bukankah aku pergi membawa tas? Akhh, apa aku baru saja dicopet?'', gerutunya.



=Ruang Kerja Direktur lee=
Ajeossi itu sedang berbicara dengan seorang pengacara melalui sambungan telepon.
''direktur kenapa anda memasukkan choi seunghyun di dalam hak waris saham perusahaan?'', tanya pengacaranya.
''karena dia berhak mendapatkannya, bahkan seluruh saham perusahaan ini!'', jawab direktur lee.
''apa tidak sebaiknya anda menuliskan juga nama donghae? Dia putramu''.
''mau jadi apa perusahaan ini jika donghae ikut campur dalam masalah saham? Dia hanya memikirkan kesenangannya sendiri. Apa pernah kau dengar seorang pembalap beralih menjadi pengusaha di industri hiburan dan sukses?''.

Di luar ruangan, donghae hendak membuka knop pintu ruang kerja ayahnya saat ia mendengar sebuah percakapan dari dalam ruangan itu.
''donghae tidak tahu apa2 bagaimana caranya mengelola perusahaan. Satu2nya putraku yang bisa ku andalkan adalah dongchul. Sekarang tidak ada lagi yang bisa ku andalkan selain seunghyun'', kata direktur lee yang terdengar sampai diluar ruangannya.
''dulu aku sempat berpikir bahwa dongchul bisa mengelola managemen musik karena dia tahu apa itu musik. Tapi, kenapa Tuhan memanggilnya begitu cepat'', kata direktur lee lagi.


Donghae membuka knop pintu lalu berdiri menatap ayahnya. Tuan lee begitu terkejut kemudian meletakkan gagang teleponnya diatas meja.
''donghae ah?'', sapa direktur lee.
''ayah, aku ingin menjadi bagian dari perusahaanmu. Jika tidak ada dongchul, kau masih bisa mengandalkan aku. Jangan menganggapku seolah tidak mampu melakukan apa2'', kata donghae.
''kau memang tidak akan mampu melakukannya! Sebaiknya kau lakukan saja apa yang menjadi kesenanganmu!''.
''katakan pada semua pegawaimu dan juga ibu, bahwa yang mati itu lee donghae dan bukan lee dongchul'', kata donghae lagi.
''donghae ah, apa maksudmu? Jalani apa yang menjadi kesenanganmu. Aku tidak akan memikirkannya lagi'', kata direktur lee.
''donghae sudah mati!!''.

Donghae keluar dari ruangan direktur lee lalu berjalan ke koridor kantor dengan gontai.
''donghae sudah mati'', ucapnya lirih lalu tersenyum kecut.

Jieun beranjak ke arah ruang latihan dengan membawa setumpuk buku catatan musik.
''ya ampun kenapa seorang trainer harus membawanya sendiri? Aku benar2 bekerja keras'', kata jieun.
''jika aku sudah berhasil, aku tidak akan membebankan pekerjaanku pada juniorku karena mereka akan sangat menderita!'', ucapnya lagi.

*brakkkk* buku2 yang dibawa jieun berjatuhan ke lantai.
Yeoja itu memunggutinya satu persatu. Jieun melihat seorang namja membantunya memunguti buku2 itu.
''gamsa hamnida'', kata jieun saat menerima buku itu kemudian berlalu dari sana.

Jieun menoleh ke belakang dan melihat namja itu yang hanya tampak punggungnya saja.
''bukankah itu lee dongchul?'', gumannya.

Jieun menghentikan langkahnya lalu memanggil namja itu.
''dongchul ssi??'', panggil jieun.
Donghae menoleh, ''ne? Aku lee dongchul! Waeyo?''.

(Ost: 4minutes- Volume Up)

@tobe continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar