Green  Pencil

Selasa, 04 Juni 2013

Sweet Innocence *6

Judul: Sweet Innocence
Genre: Romance
Part: 1-19
Cast:
IU/ Lee JiEun
Lee Donghae Super Junior
TOP/ Choi Seunghyun BigBang
Jessica jung/ Jung sooyeon SNSD

#lee dongchul: saudara kembar lee donghae (hanya di FF ini^^)

Ost: ZiA - Hope It's You (With K.Will)

Part *6

Seunghyun mengantar seorang dokter ke rumah jieun. Ketiganya sedang berjalan ke arah teras rumah jieun.
*klotek* Tiba2, jieun mendengar seseorang membuka pintu dari dalam rumah itu.

''oh tidak!! Itu pasti ibu'', kata jieun panik.
Seunghyun memandang jieun lalu melihat ke arah teras rumah itu.

''apa yang harus kita lakukan??'', gumannya lagi.

*grubyakk* Jieun mendorong tubuh seunghyun dan dokter itu hingga jatuh tertelentang di halaman rumahnya.
''hyaaa!!'', teriak seunghyun dan dokter itu terkejut.

Jieun dengan sigap berlari ke arah teras, saat melihat ibunya muncul dari dalam rumah. Ia tidak mempedulikan seunghyun dan dokter itu masih terbaring di atas tanah halaman rumahnya.

''Anginnya sangat dingin, nanti ibu sakit'', kata jieun seraya mendorong ibunya masuk ke dalam rumah.
''kau kenapa jieun ah? Aku hanya memastikan bunga matahariku baik2 saja'', kata nyonya sila.
''bunga itu aman dari pencuri dan bunga matahari tidak akan melakukan sesuatu yang menakjubkan di malam hari''.
''aku mendengar suara dari dekat taman bungaku. Apa kau tidak mendengarnya?''.
''itu hanya perasaan ibu saja. Aku akan memastikannya untuk ibu!!''.
Nyonya sila mengangguk dan jieun bergegas menutup pintu rumah itu.
''pastikan bunga matahariku baik2 saja!!'', seru nyonya sila dari dalam rumahnya.
''ne! Guraeyo!'', jawab jieun.

Yeoja itu berlari ke taman bunga milik ibunya dan berpura2 mencari sesuatu di sana karena nyonya sila mengintipnya dari jendela rumahnya. Tidak lama berselang, tirai jendela itu sudah tertutup. Jieun menghela nafas kemudian berlari ke arah halaman rumahnya.

Seunghyun yang masih jatuh tertelentang itu memandang ke langit seraya mencengkram rerumputan yang ada di dekatnya.
''aigoo!!'', gerutu dokter itu.
''kenapa gadis itu mendorong kita seenak hatinya!!'', seru seunghyun.

Kedua pria itu berdiri seraya membersihkan rumput yang menempel dipakaiannya.
''kau lihat kan? Gadis itu gila, kenapa kau memaksaku untuk mengikuti keinginannya?'', protes dokter itu.
''tadi aku tidak menyadari kalau gadis itu ternyata menderita kelainan jiwa'', kata seunghyun.
''lebih baik aku kembali ke rumah sakit sekarang. Terima kasih sudah membuat pantatku sakit!''.
Dokter itu beranjak pergi dari rumah jieun.

''dimana dokter itu? Kenapa kau membiarkannya pergi?'', tanya jieun saat melihat dokter itu tidak ada disana.
''apa yang kau lakukan? Sebenarnya kakakmu sakit atau tidak? Apa kau yang perlu diperiksa ke dokter jiwa?'', kata seunghyun.
''hyaa! Aku tidak gila!''.

Jieun berlari menengok di jalanan depan rumahnya, tetapi ia tidak melihat dokter itu lagi.
''kau bisa membuat kakakku mati karena terlalu lama menunggu!!!'', kata jieun seraya mendorong bahu seunghyun hingga membuat namja itu terhuyung kebelakang.

Yeoja itu berlari ke dalam rumahnya. Seunghyun terdiam dan hanya memperhatikan jieun masuk ke dalam rumahnya.
''kenapa aku begitu penasaran dengan ajumma itu? Aku seperti mengenal suaranya?'', batin seunghyun.


Didalam kamar shindong,
''oppa, mianhae aku,,,'', kata jieun seraya duduk di dekat shindong.
''gwaenchanayo!!'', kata shindong dengan suara lirih.
''oppa, sebenarnya kau kenapa? Apa yang terjadi denganmu?''.
''aku baik2 saja, hanya kakiku sedikit nyeri''.

Shindong meluruskan kakinya lalu duduk di samping jieun.
''kita ke dokter sekarang, tidak peduli ibu tahu atau tidak!'', kata jieun lalu mengambil tongkat shindong dan mengulurkan tangan untuk membantu namja itu berdiri.
''gwaenchanayo! Kakiku sudah tidak nyeri lagi!'', kata shindong.
''kau ingin berpura2 baik dihadapanku, padahal kau menahan sakit?'', kata jieun.

Shindong berdiri lalu menegakkan tubuhnya dengan kaki kiri bersandar pada tongkat nya.
''lihat aku sudah sehat! Kau jangan seperti anak kecil jieun ah!'', kata shindong.
''aku hanya khawatir padamu, oppa! Selain ibu, hanya kau yang aku miliki di dunia ini. Tetaplah sehat dan jangan sakit'', kata jieun.
''tidak ada seorangpun didunia ini yang menginginkan sakit. Mungkin dengan sakit ini, Tuhan mencelikkan mataku untuk bisa melihat bahwa kau begitu mempedulikanku. Terima kasih, jieun ah!''.

Jieun menutup jendela kamar shindong yang masih terbuka. Tidak disangka, seunghyun masih saja berdiri di halaman rumahnya seraya memandang ke arah jieun.
''astaga!?'', seru jieun kemudian bergegas menutup tirai jendela itu.
''wae??'', tanya shindong.
''oppa, tunggu sebentar!''.
Jieun keluar dari kamar shindong dan terdengar langkah kakinya menuruni tangga rumahnya. Tapi tidak lama, ia kembali ke kamar kakaknya.
''oppa, aku baru menyadari kau begitu kerepotan dengan tangga itu. Kau akan kesulitan saat naik ataupun turun. Kenapa kau tidak mengatakan sesuatu tentang itu pada kami?'', tanya jieun.
''aniyo! Gwaenchana! Pergilah, sepertinya kau begitu tergesa2'', kata shindong.
''ne!''.


Jieun mencari seunghyun yang sudah tidak tampak di halaman rumahnya. Yeoja itu menengok di jalanan depan rumahnya dan melihat seunghyun hendak masuk ke dalam mobilnya.
''seunghyun ssi?'', panggil jieun.
Seunghyun menoleh seraya memegang knop pintu mobilnya.
''mianhaeyo'', kata jieun lagi.

Seunghyun membuka pintu mobilnya kemudian menyalakan mesin mobil itu.
''aku hanya khawatir karena kakakku sakit. Aku takut terjadi hal yang buruk menimpanya'', kata jieun saat berdiri di dekat pintu mobil itu.
''maafkan aku! Aku tahu kau begitu marah padaku karena hal ini. Maaf karena aku memperlakukanmu begitu buruk'', kata jieun lagi.
''apa kau mau menemaniku makan?'', tanya seunghyun.
''mweo??''.



=Di sebuah kedai tteobokki=
''uwaaaa!! Pedas sekali!!'', seru jieun saat mengunyah tteobokki pedasnya.
''ya!!!'', seru seunghyun.
''besok kau bisa diare, tuan!''.
''kehidupan yang dijalani manusia penuh dengan kejutan. Ada masanya kehidupan ini akan mengejutkan kita dengan berbagai peristiwa yang tidak mengenakkan, membuat kita takut, berpikir untuk menyerah atau menjadi putus asa karena melihat jalan buntu di depan kita'', batin seunghyun seraya memandang jieun yang tampak menikmati tteobokki pedasnya.

Seunghyun beranjak dari kursinya kemudian mengajak jieun pulang.
''bukankah kau yang seharusnya membayar tteobokki ini?'', protes jieun saat seunghyun memintanya membayar semua yang mereka makan.
''aku tidak berkata akan mentraktirmu makan? Bukankah aku hanya memintamu menemaniku makan?'', kata seunghyun.
''aiss!! Aku tidak membawa uang sepeserpun!''.

Seunghyun memberikan beberapa lembar uang di meja kasir, kemudian keluar dari kedai itu.
''kau hutang padaku 10 ribu won!'', kata seunghyun.
''ahh!!'', gerutu jieun.
''aku ingin bertanya satu hal padamu. Kenapa kau masih bisa tersenyum dengan apa yang kau alami saat ini?''.
''janganlah bahagia hanya disaat semua baik2 saja, tapi berbahagialah walaupun semuanya tampak membingungkan dan kita masih baik2 saja menjalaninya''.

Keduanya berjalan beriringan. Seunghyun sesekali menoleh ke arah jieun.
''bagaimana dengan kakakmu?'', tanya seunghyun.
''sepertinya sakit di kakinya sudah sedikit membaik. Aku hanya khawatir karena kakakku adalah satu2nya keluarga yang ku punya'', kata jieun.
''bukankah kau tinggal dengan ibumu?''.
''Ah, iya! Aku bersama ibuku tapi... Uhm gwaenchana!''.

Jieun melihat sekeliling kemudian memandang ke arah seunghyun.
''kau tahu apa yang paling menakutkan bagi seorang pria?'', tanya jieun.
''mweo?''.
''apa yang paling menakutkan bagi seorang pria?''.
''molla!!''.
''saat kau masuk ke WC umum dan seorang pria disebelahmu berkata *hyeong, kau tampan sekali!*''.

Jieun tertawa namun seunghyun hanya terdiam dan tidak menganggap ada hal yang lucu dari cerita jieun.
''tidak lucu?'', tanya jieun.
''tidak!'', jawab seunghyun.
''Uhm, kau tahu, ada orang yang mati karena ditabrak kambing?''.
''Tidak pernah ada orang yang mati karena ditabrak kambing''.
''ada, karena kambing itu sedang naik sebuah truk!''.
Jieun lagi2 tertawa terpingkal namun seunghyun hanya menanggapinya datar.
''masih tidak lucu? Kau tahu, manusia tidak bisa bernafas dengan lidah terjulur keluar'', kata jieun.

Mendengar hal itu, seunghyun reflek menjulurkan lidahnya dan mencoba bernafas.
''aku bisa melakukannya!'', kata seunghyun.
''sudah cukup! Tolong masukkan kembali lidahmu, kau mirip seperti...'', kata jieun.
''mweo?? Aiss!!''.
Jieun berlari cepat ke arah mobil seunghyun yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri.



=Malam hari, Rumah Donghae=
Donghae melihat ibunya terus memandangi piano milik dongchul dan menyentuh tuts demi tuts.
''dongchul ah, kenapa kau pergi begitu cepat?'', ucap nyonya lee.
''aku ingin melihatmu menjadi seorang pianis seperti yang kau impikan'', kata ajumma itu lagi.

Donghae mendekati ibunya dan menyentuh bahu ajumma itu.
''eomma, apa kau sudah makan?'', tanya donghae.
''jadilah seorang pianis seperti dongchul'', kata nyonya lee.
''ibu tidak menginginkan donghae ada di hadapanmu?''.
''aku ingin dongchul!''.

Nyonya lee terus menyentuh tuts yang ada piano itu tanpa sekalipun memandang wajah donghae.
''kalau begitu aku akan membawa dongchul kembali ke rumah ini dan menemui ibu''.
''jeongmalyo? Kalau begitu aku akan menunggunya di sini''.

Donghae memandang ibunya yang masih tampak begitu terpukul dengan kematian dongchul.
''apa aku tidak pernah diperhitungkan dihati ibu? Hanya karena dongchul menjadi seorang pianis seperti yang kau inginkan sehingga membuatmu begitu kehilangannya?'', batin donghae.

Donghae berbalik dan melangkah naik ke anak tangga rumah itu.
''jangan pikirkan ibumu, dia hanya sangat terpukul karena kematian dongchul. Tetap lakukan apa yang menjadi keinginanmu. Bersenang2lah!'', kata tuan lee.
''ayah bicara seperti itu seolah aku tidak bisa melakukan apa2, siapa yang kau pilih untuk pergi? Dongchul atau aku lee donghae?'', tanya donghae.
''bersikaplah wajar donghae ah. Ini seperti bukan dirimu''.
''donghae sudah mati! Jangan panggil nama itu lagi di rumah ini!''.

Donghae melangkah cepat menaiki tangga itu sedangkan tuan lee hanya memandangi putranya.


Sebuah mobil masuk ke halaman rumah donghae, seunghyun keluar dari mobil lalu beranjak masuk ke dalam rumah itu.
''bibi??'', sapa seunghyun.

Nyonya lee hanya terdiam. Seunghyun mendekati nyonya lee lalu memasang earphone mp3 di telinga ajumma itu yang mengalun instrumental piano klasik karya mozart.

Namja itu kemudian beranjak masuk ke dalam kamarnya dan melepas jas yang ia pakai seharian lalu merebahkan diri ke atas tempat tidurnya.

Didalam kamar mandi,
''rumah ini semakin tidak mengenakkan!'', batin seunghyun seraya mengguyur kepalanya yang penuh dengan busa shampoo.

Tidak lama kemudian, Seunghyun keluar dari kamarnya dan sudah berganti pakaian lalu pergi ke dapur. Namja itu membuatkan bubur ayam instan untuk nyonya lee. Ajumma itu masih duduk di dekat piano milik dongchul, dengan mendengarkan musik klasik dari earphone yang dipasang seunghyun di telinganya. Nyonya lee menatap piano dongchuul dengan tatapan kosong.
''ajumma, makanlah dulu bubur ini'', kata seunghyun.
Nyonya lee hanya terdiam seraya tetap memandangi tuts piano itu.

Seunghyun mencendok bubur itu lalu menyuapi nyonya lee. Perlahan ajumma itu membuka mulutnya dan mulai mengunyah bubur buatan seunghyun.
''masiseo? (enak?)'', tanya seunghyun.

Nyonya lee tidak menjawab dan terus mengunyah. seunghyun mencendok lagi dan menyuapi ajumma itu.
''dongchul sekarang ada di tempat yang jauh. Nanti aku akan datang ke sana dan meminta dongchul untuk menemuimu'', kata seunghyun.

Tuan lee menghampiri keduanya dan ajeossi itu tampak terheran dengan perlakuan seunghyun pada istrinya.
''kau masih mempedulikan istriku walaupun dia sering membuatmu sakit hati?'', tanya tuan lee.
''tidak semua apa diperlakukan buruk oleh orang harus dilakukan hal yang sama untuk membalasnya'', kata seunghyun.
''seunghyun ah, katakan pada dongchul untuk segera pulang ke rumah'', kata nyonya lee seraya menoleh ke arah seunghyun.
''sepertinya aku harus membawa istriku ke psikolog'', guman tuan lee.
''tidak perlu paman! bibi lee akan cepat pulih karena yang ia tunggu akan datang'', kata seunghyun seraya menoleh ke arah donghae yang sedang melintas seraya membawa segelas air putih.

Donghae mendengar ucapan seunghyun yang dengan sengaja mengungkit tentang dongchul.
''seunghyun membuat hubunganku dan ibu semakin buruk! Itulah kenapa aku tidak setuju ayah membawanya ke rumah ini'', batin donghae.

Flash back
#Tuan lee membawa seunghyun kecil ke dalam rumahnya. Donghae mendorong seunghyun hingga membuatnya terjatuh di teras rumah. Namun dongchul menghampiri seunghyun dan mengulurkan tangannya untuk membantu seunghyun berdiri.
''kalau kau takut, tanganku tidak jauh untuk menopangmu seperti ini'', kata dongchul.
Seunghyun hanya terdiam dan tangan dongchul tetap terulur ke arahnya.
''aku lee dongchul dan dia lee donghae, saudaraku. Jangan takut, donghae hanya sedikit khawatir kasih sayang ayah dan ibu akan terbagi'', kata dongchul lagi.
''i dont like you!'', kata donghae kemudian menutup pintu rumahnya begitu keras#end.



=keesokan harinya, Rumah sakit seoul=
Sooyeon berganti dengan pakaian miliknya sendiri.Tiba2, Ponsel sooyeon berdering,
''yeoboseyo?'', jawab sooyeon.
''apa kau sudah bersiap? Aku akan menjemputmu 30 menit lagi'', kata donghae.
''ne dongchul ah! Jangan membuatku terlalu lama menunggu''.

Sooyeon menggengam ponselnya kemudian tersenyum.
''aku benar2 bosan hidup dengan ruangan bercat putih ini. Aku ingin segera menjalani keseharianku bersama dongchul lagi'', ucap gadis itu.




=Kantor SM Ent=
Donghae mengumpulkan semua staf karyawan perusahaan ayahnya. Sebagian karyawan yang tidak mengetahui bahwa dongchul mempunyai saudara kembar, saling berbisik dan membicarakan kemiripan donghae dengan dongchul.
''ini saudara kembar dongchul? Benar2 tidak bisa dibedakan'', bisik salah seorang karyawan.

''dengarkan aku!! Mulai saat ini kalian harus memanggilku dengan nama dongchul''.
''bagaimana dengan direktur lee? Untuk apa kamu harus memanggilmu dongchul? Kau mempermainkan nama orang yang sudah meninggal!'', tanya seorang karyawan itu.
''aku sudah bicara pada direktur lee tentang ini. Sooyeon terkena amnesia ringan, didalam pikirannya yang ia ingat hanya dongchul. Selama ia tidak bisa mengingat kenyataan yang ada, aku harap kalian melakukannya untuk sooyeon'', kata donghae.
''kami tidak bisa memanggilmu dengan sebutan dongchul. Walau wajah kalian tidak jauh beda tapi kami tidak menemukan sikap dongchul padamu, kalian tidak mirip!!'', kata mereka lagi.
''bagaimana dongchul yang kalian kenal?''.

''ramah terhadap siapapun!''.
''mau menolong siapapun!''.
''rendah hati!''.
Tiap orang menjawab dengan jawaban yang berbeda2.

''orang2 ini ingin mempermainkan aku!kalau tidak untuk ibu dan sooyeon aku, tidak akan melakukan hal ini'', batin donghae.

''setiap dongchul menemui sooyeon, dia selalu berpakaian rapi!! Berbeda denganmu'', kata orang itu lagi.
''hyaaa!! Kenapa bicaramu seperti tidak berhadapan dengan seorang anak direktur?'', teriak donghae.
''guraeyo! kami akan membantumu sampai sooyeon kembali pulih''.


Jieun menengok kerumunan karyawan lalu mulai menerobos masuk dan melihat sosok yang ia kenal sebagai lee dongchul.
''ada apa??'', tanya jieun.

Rekannya hanya memberi isyarat seraya menunjuk ke arah donghae.
''kenapa dongchul berubah menjadi tukang obat?'', batin jieun.
''siapa aku??'', tanya donghae.
''lee dongchul!'', jawab mereka serempak.
''siapa yang ada di depan kalian?'', tanya donghae lagi.
''lee dongchul!!''.
''jika bertemu denganku, kalian memanggilku dengan sebutan apa?''.
''lee dongchul!!''.

Jieun tersenyum karena kejadian itu cukup menghibur dirinya.
''lee dongchul keren!'', tambah jieun.
''hidup dongchul ssi!!'', serunya lagi.

Rekan2 jieun memandang yeoja itu sinis.
''mungkin jieun seharusnya satu rumah sakit jiwa dengan donghae. Mereka berdua tidak waras!'', bisik salah seorang dari mereka.

Jieun tidak memperhatikan rekannya berbisik tentangnya kemudian memandang ke arah donghae lalu mengacungkan ibu jarinya. Donghae membubarkan kerumunan itu dan meninggalkan mereka.
''dongchul ssi?'', panggil jieun.
''mweo??'', jawab donghae seraya menoleh ke arah jieun.
''apa nona sooyeon sudah pulih?''.
Donghae mengangguk.
''aku tidak menyangka kau bisa bertingkah sedikit gila''.
''mweo? Kau mengataiku orang gila?''.
''bukan orang gila tapi sedikit gila, bukankah tadi kau bertingkah seperti penjual obat?''.
Donghae menggelengkan kepala, ''kenapa dongchul bisa berteman dengan gadis babo sepertimu?''.
''siapa yang kau bilang babo? Maaf, telingaku sedikit tersumbat kotoran'', tanya jieun.
''kau!!''.
Donghae meninggalkan jieun yang masih terbengong.

''aku? Bodoh? Mweo??'', gumannya.
''hyaaaa!! Dongchul ssi!!'', teriak jieun.

Donghae menoleh lalu melambaikan tangan ke arah jieun,
''ya kau, gadis babo!!'', katanya.

''aiss!! Sebenarnya siapa yang bodoh? Pria sejati tidak akan bertingkah kekanak2 seperti tadi'', guman jieun.


Donghae masuk ke dalam mobilnya seraya termenung sebelum menghidupkan mesin mobilnya.
''gadis itu benar! Aku bertingkah seperti orang gila'', guman donghae.

Namja itu meregangkan tubuhnya dan memejamkan mata sejenak.

Jieun berjalan ke arah lift, namun seorang rekan kerjanya memanggilnya.
''wae??'', tanya jieun seraya menoleh ke arah wanita yang berdiri di meja resepsionist itu.
''kemarilah!?'', kata wanita itu.
Jieun mengangguk kemudian menghampiri wanita itu.

''tolong bawakan semua peralatan musik ini ke dalam mobilku'', kata wanita itu.
''mweo??'', seru jieun.

Jieun menengok seperangkat alat musik seperti keyboard dan buah gitar tergeletak di dekat wanita itu.
''kau bisa meminta petugas keamanan untuk membawanya'', kata jieun.
''tidak! Mereka akan merusaknya'', kata wanita itu seraya menggeleng kepala.
Jieun terdiam kemudian memandang alat musik itu lagi.
''bukankah kau bisa melakukannya untukku?'', kata wanita itu.
''kenapa kau menyuruhku?'', kata jieun.
''karena hanya kau satu2nya trainer dengan ijazah sma dan kau pasti mau melakukan apapun untuk tetap bekerja disini kan?''.
''kenapa hanya karena aku memiliki ijazah sma, kau menindasku seperti ini''.
''karena kau membuat semua orang iri!!''.

Jieun membawakan keyboard dan gitar itu dengan tergopoh keluar dari lobi kantor.

Donghae menghidupkan mesin mobilnya lalu perlahan menginjak gas dan melaju dari basement gedung itu.

*cittttttt* donghae menghentikan mobilnya secara mendadak karena jieun melintas dihadapannya seraya menentes alat musik yang membuat dirinya tidak bisa melihat jalan di depannya.
''Woo.. Woo..'', seru jieun karena tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.

Donghae bergegas keluar dari mobilnya dan membantu menyangga alat musik yang kapasitasnya tidak sesuai dengan tubuh jieun.
''gamsa hamnida, ajeossi!'', ucap jieun tanpa menyadari siapa yang membantunya tapi ia meyakini orang itu adalah seorang pria.
''ajeossi??'', batin donghae.

Namja itu teringat saat ia mengantar jieun ke SM Ent ketika audisi festival musik klasik.
''gadis ini mengenaliku sebagai lee donghae?'', batinnya.

Donghae membantu mengangkat alat musik itu sampai pada sebuah mobil yang ditunjuk oleh jieun.
''terima kasih kau telah membantuku, ajeossi!'', kata jieun kemudian menoleh ke arah donghae.
''kau mengenaliku?'', tanya donghae.
''mweo? Lee dongchul!? Uhm mianhamnida, aku tidak menyadari bahwa itu kau! Maafkan aku!''.

Jieun membungkuk berkali2 meminta maaf pada dongchul.
''aku benar2 terkejut saat kau memanggilku ajeossi'', kata donghae.
''aku tidak tahu siapa yang membantuku, mungkin saja dia orang yang lebih tua dariku jadi untuk amannya, tadi aku memanggilmu ajeossi '', kata jieun tersipu.

Donghae berjalan ke arah mobilnya.
''uhm dongchul ssi, terima kasih kau tidak memanggilku gadis bodoh lagi'', kata jieun *bow*.
Donghae memandang jieun kemudian tersenyum.

Donghae melajukan mobilnya dan melintas di dekat jieun yang masih berdiri di sana.
''terima kasih? Secara tidak langsung dia ingin aku tidak memanggilnya gadis bodoh lagi, benar2 curang!'', gumannya.



=Rumah sakit seoul=
Sooyeon membelakangi donghae seraya melipat tangannya ke dada.
''sooyeon ah?'', panggil donghae.
''kau menyebalkan dongchul ah!! Kau membuatku menunggu lama'', kata sooyeon.
''dokter, kapan sooyeon bisa pulih total? Aku tidak bisa terus2an bersikap seperti ini padanya'', kata donghae saat melihat dokter itu masuk ke dalam kamar rawat sooyeon.
''sooyeon harus diterapi dengan cara membuatnya melakukan hal yang pernah ia lakukan sebelum kecelakaan itu terjadi'', kata dokter itu.
''Yang aku tahu dia bekerja sebagai trainer vokal dan aku tidak mengetahui apa yang dia lakukan selama bersama dongchul''.


Di dalam mobil donghae, namja itu memasang seatbelt di tempat duduk sooyeon.
''gomaweo'', kata sooyeon.
Donghae tersenyum, ''kau sudah siap sooyeon ah untuk mengingat satu persatu yang sudah kau lalui?'', tanya donghae.
''ya aku siap, jika bersamamu aku tidak khawatir''.
''bagaimana jika itu adalah hal yang menakutkan untuk kau ingat?''.
''banyak hal yang membuatku takut tapi kau mampu membuatku melihat ketakutan itu dengan berani''.

Donghae mengangguk lalu melajukan mobilnya keluar dari basement rumah sakit.
''jankkanman dongchul ah!!'', kata sooyeon.
''apa kehidupanku di masa lalu begitu menakutkan?'', tanya sooyeon lagi.
''kau tidak perlu takut'', kata donghae.

Sooyeon menarik lengan baju donghae.
''dongchul ah, jangan bantu mengingatku jika itu semua adalah kenangan yang buruk, arasseo?'', rengek sooyeon.
Donghae mengangguk kemudian mengusap rambut sooyeon.



=Kantor SM Ent=
Jieun menemui direktur lee di ruang kerjanya.
''apa kau mendapat tekanan selama kau bekerja?'', tanya direktur lee.
''tidak direktur. Aku baik2 saja, terima kasih sudah menerimaku disini'', jawab jieun.
''aku dengar kau di bully oleh rekan kerjamu''.
Jieun tersenyum, ''aniyo! Hanya saja mungkin karena aku hanya berijazah SMA, sehingga mereka berpikir aku tidak seimbang. Tapi aku akan belajar setidaknya menjadi setara dengan mereka''.

Direktur lee beranjak dari tempat duduknya kemudian berdiri lalu berjalan ke arah meja kerjanya.
''Jieun ah, aku ingin kau mendampingi putraku berlatih piano'', kata direktur lee.
''tidak mungkin direktur, putramu lebih piawai bermain piano'', kata jieun.
''mweo??'', Direktur lee terbengong.
''seharusnya aku banyak belajar dari putramu''.
''mweo?? Putraku tidak bisa bermain piano, dia hanya,,,,''.
''mianhamnida direktur. Aku tidak bisa, sebaiknya aku mentraining calon artis saja. Untuk putramu, aku benar2 tidak pantas''.

Direktur lee masih terbengong karena jieun menolak mendampingi donghae berlatih piano.
''donghae pintar bermain piano? kenapa jieun begitu yakin sampai menolak tawaranku?'', guman direktur lee.


Di koridor kantor,
''wah kalau benar dongchul berlatih piano padaku, bisa2 jari tanganku gemetar semua'', guman jieun.

Ponsel jieun berdering, *minho calling*
''yeoboseyo?'', jawab jieun.
''hei kau lee jieun trainer dengan ijazah SMA! jigeum eodiseyo?'', tanya minho.
''hyaaa!! Apa kau pantas berbicara seperti itu pada trainermu?''.
''jika kau tidak ingin mati, segera datang ke ruang latihan. Kau meninggalkan tugas trainingmu''.

Jieun menutup teleponnya lalu memasukkannya ke dalam saku kemudian beranjak ke ruang latihan.
''minho ah!! Apa kau tidak bisa berlatih sendiri hingga menungguku kembali ke sini?'', teriak jieun saat masuk ke dalam ruang latihan.

Minho memberi isyarat pada jieun dengan melirik namja yang duduk pada sebuah bangku di ruangan itu.

Seunghyun menatap jieun, ''aku benar2 menyesal memberimu kesempatan menjadi trainer''.
''menyesal?'', kata jieun.
''tunggu seunghyun ssi!! Jangan menuduhku sebagai trainer yang tidak bertanggung jawab. Aku meninggalkan minho sebentar karena direktur lee memanggilku''.
''kau melalaikan tugasmu''.
''kenapa kau selalu menandangku tidak layak sebagai trainer? Apa kau merasa layak menjadi seorang manager?''.
''kenapa kau terus mengaitkan aku sebagai manager?''.
''dengar seunghyun ssi, jangan hanya mengatakan *kau bersalah*, tapi berikan alasan kenapa aku bersalah? Kau menghakimiku seenak hatimu''.
''ya! Kau pikir kau akan sukses dengan sikap malasmu ini? Tuhan pun tidak akan mendengarkan doa seorang pemalas sepertimu!''.

Minho memandang jieun lalu menatap ke arah seunghyun.
''calon artis sepertiku akan menjadi korban percekcokkan staf managemen artis'', guman namja itu.

Minho keluar dari ruang latihan. Seunghyun dan jieun masih beradu mulut.
''diawal saja kau sudah malas, jieun ah!'', seru seunghyun yang tampaknya benar2 marah karena jieun meninggalkan tugasnya.
''kau menilaiku hanya diawal saja? Apa kau memandangku sama seperti mereka memandangku? Melihat seorang dengan ijazah SMA yang tidak tahu apa2?'', tanya jieun.
''ya!''.
''kau juga mengataiku pemalas? Bahkan kau sudah yakin bahwa Tuhan tidak akan menjadikanku sukses?''.
''ya!!''.

Jieun memandang seunghyun, kemudian *tes* air matanya menetes membasahi kedua pipinya.
''ketrampilan dan kemampuan kita biasanya berkembang pada tahap akhir dari suatu proses, bukan pada awalnya. Jadi bertahan dan bersabarlah atas kesulitan dan kegagalan pada awal, sampai kita menemukan kekuatan dan kemampuan yang sesungguhnya. Burung tidak akan meletakkan telurnya sebelum membangun sarang. tak ada seorang ahli tanpa melalui banyak pengalaman jatuh bangun sebelumnya. Kau harus kuat lee jieun!'', batin jieun menenangkan hatinya.

Yeoja itu mengepalkan tangannya. Ia begitu marah pada seunghyun.
''kau menganggap enteng kerja seorang trainer?'', tanya jieun.
''kalau begitu jadilah trainer dan aku akan merasakan betapa mudahnya menjadi seorang manager'', teriak jieun lagi.
''jangan menjual air matamu disini! Kau mengerti???'', teriak seunghyun.
''manager choi seunghyun, kenapa kau menjadi orang yang terlahir menyebalkan?''.

Seunghyun mendekatkan wajahnya ke dekat jieun.
''aku bisa membuatmu dipecat dengan tidak hormat nona lee jieun!! Jangan sekali2 menentangku'', kata seunghyun.
''kalau aku jadi dongchul, aku akan meminta ayahnya untuk memecatmu. Kau harus tahu, hubunganku dengan dongchul semakin akrab'', kata jieun.
''akrab? Kau bermimpi? Kau selalu menilai dari sudut pandangmu sendiri''.
''ya Tuhan, kenapa ada pria sepertimu harus masuk didalam kehidupanku. Tunggu saja jika nanti aku bertemu dongchul, aku benar2 ingin mengungkap semua sikap intimidasimu pada trainer sepertiku'', kata jieun lagi.

Seunghyun teringat saat jieun menyebut nama dongchul, ''dongchul? Kau berkali2 menyebut nama dongchul seperti kau sering bertemu dengannya''.
''ya bahkan tadi pagi aku bertemu dengannya''.
''kau mengada2!! Apa kau benar2 melihatnya?''.
''ya''.
''kau bisa melihat orang yang sudah mati?''.
''apa maksudmu?''.
''dongchul meninggal karena kecelakaan''.
''mweo??'', jieun terkejut dan memandang seunghyun lekat.

(Ost: ZiA - Hope It's You (With K.Will))

@tobe continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar