Green  Pencil

Sabtu, 08 Juni 2013

Be A History Maker

Happy reading, 

Judul: Be A History Maker 
Cast: 
Park Jungso/ Super junior 
Kang sora 
Nam Gyuri 

Jungso Pov 

Hari ini aku menikah dan ku genggam erat tangan istriku, gadis yang kucintai namanya kang sora. Anggota super junior lainnya meledekku untuk menggendong istriku, maka tanpa ragu aku menggendongnya. Langkahku begitu ringan dari tempat mobil berhenti sampai masuk ke rumah baru kami. Kedua tanganku begitu kuat dan kami pasangan yang berbahagia. 

10 tahun kemudian, 
Hari2 selanjutnya adalah keindahan pengantin baru, kami memiliki seorang putra namanya park junho, aku bekerja semakin giat untuk mendapat tambahan uang. Aku sibuk promo album super junior dan istriku sibuk dengan tawaran2 main film. Kami menjadi sangat sibuk dan itu berarti hubungan kasih kami sedikit redup. 


Tiap pagi kami pergi dengan waktu yang bersama dengan arah yang berlawanan dan ketika pulangpun kami pulang larut malam. Anakku tinggal di asrama sekolah sehingga kami hidup berdua di rumah. 

Pernikahan kami sebenarnya cukup membahagiakan tapi rutinitas kami kadang membuat aku melakukan hal diluar dugaan. 


Begitulah, tiba2 gyuri masuk didalam kehidupanku. 
Pagi itu sangat cerah dan aku berdiri disebuah balkon apartemen yang baru ku beli untuk gyuri. Gyuri memelukku dari belakang dan sekali lagi aku tenggelam dalam arus cintanya. 
''kau sungguh bisa membuat wanita hanya melirik kepadamu'', kata gyuri. 

Kata2 gyuri tiba2 mengingatkanku pada saat aku dan sora waktu baru menikah dulu. 
''laki2 sepertimu, sekali sukses akan menggoda banyak orang'', kata sora. 

Ingatan itu membuatku bimbang, entah bagaimanapun aku telah menghianati istriku. 

Pelan2 aku melepaskan pelukan gyuri, 
''kau ingin membeli sofa baru kan? Aku ada urusan kantor. Kau beli sendiri tidak apa2 kan?'', tanyaku. 
Nampaknya gyuri kecewa padaku, 

Saat itu ide untuk menceraikan istriku sangat kuat, meskipun itu hal yang mustahil karena sangat sulit untuk aku mengatakannya. 
Mudah ku bayangkan walaupun aku mengatakan hal itu dengan halus, istriku akan tetap terluka 


Sejujurnya, sora adalah istri yang baik. Setiap malam ia selalu menyiapan makanan walau dirumah hanya ada kami berdua. Kemudian kami menonton tv berdua ataupun kadang aku menyibukkan diri dengan laptopku sambil membayangkan tubuh gyuri. 

Pernah suatu kali aku bercanda dengannya, 
''Seandainya kita bercerai, apa yang akan kau lakukan?'', tanyaku. 
Sora langsung melotot ke arahku, 
Tampaknya tidak ada kamus cerai didalam hidupnya. 
Aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksinya jika tahu bahwa aku serius akan melakukannya. 


Ketika sora datang ke kantor managemenku, beberapa menit setelah gyuri keluar dari ruanganku, aku merasakan hampir semua member super junior memandang ke arah sora dengan tatapan sedih. Dan ketika mereka berbicara dengan istriku itu, mereka terlihat merahasiakan sesuatu. 

Begitupun sora, nalurinya sebagai wanita seperti menyadari ada hal yang tidak beres. Ia tersenyum ke arahku namun aku menangkap ada luka tergurat dalam tatapan matanya. Sora datang untuk mengajakku makan siang. 


Didalam mobil, aku teringat ucapan gyuri yang berkata kepadaku untuk kesekian kalinya. 

Flash back: 
''kau jadi menceraikan sora kan? Agar kita bisa hidup bersama, berdua selamanya'', kata gyuri. 
Aku mengangguk, rasanya memang aku tidak bisa menunda terlalu lama.*end 


Di sebuah restoran, 
Aku meraih tangan sora yang duduk tepat dihadapanku. 
''aku ingin bicara sesuatu'', kataku. 
''katakan saja'', kata sora. 

Tiba2 aku kehilangan daya untuk mengatakannya tapi aku harus menjelaskannya. 
''aku ingin kita bercerai'', kataku. 
''mengapa?'', tanya sora. 

Ia tampak tidak terlalu terkejut saat aku mengatakannya. 
''aku serius!'', kataku sedikit keras. 

Rupanya itu membuat sora begitu marah kemudian menarik taplak meja hingga membuat piring2 kami jatuh berserakan. 

''kau suami yang jahat!'', teriak istriku itu Kemudian sora meninggalkanku keluar dari restoran. 


Malam hari, saat di rumah, kami hanya terdiam dan istriku masuk ke dalam kamar. Aku dengar ia menangis tapi aku tidak bisa menjelaskan apapun kecuali memang hatiku sudah terpaut pada gyuri. 


Dengan susah payah aku membuat surat perceraian berikut dengan santunan tiap bulan untuk istriku dan junho. Karena aku memilih akan tinggal berdua saja dengan gyuri. 

Begitu menerima surat cerai itu, sora merobeknya kemudian melemparkannya ke arahku. Kami menjadi seperti orang asing. Wanita yang sudah 10 tahun hidup bersamaku, kini menjadi orang asing bagiku. 

Sampai akhirnya, sora menangis sejadi2nya dihadapanku. Hal yang sudah ku duga akan terjadi sebelumnya.
Bagiku tangisannya menjadi sebuah pelepasan. Aku memutuskan untuk tetap bercerai. 


Malam berikutnya, aku melihat sora menulis sesuatu tapi aku hanya melewatinya dan terus pergi tidur. 
Keesokkan paginya, ia menyodorkan selembar kertas yang berisi syarat2 yang ia ajukan untuk mengurus perceraian kami. Aku yakin, ia menulisnya semalaman. 

Ternyata setelah ku baca, ia tidak meminta harta apapun dariku, yang ia inginkan hanyalah selama sebulan sora ingin kami hidup sewajarnya karena besok putraku pulang dari asrama. Ia pulang karena liburan musim panas. 
''aku tidak ingin junho melihat pernikahan kedua orang tuanya hancur berantakan'', kata sora. 
Aku menyanggupinya untuk sebulan saja dan proses perceraian tetap berjalan. 

''kau ingat waktu awal kita menikah dulu? Saat kau menggendongku dari jalan itu sampai ke dalam rumah?'', tanya sora saat berdiri di depan teras rumah kami. 
''ya aku ingat!'', kataku sedikit dingin padanya karena aku tidak ingin ucapannya membuatku bimbang. 

''aku minta selama satu bulan ini, setiap pagi kau menggendongku dari dalam rumah sampai ke jalan itu'', kata sora seraya menatapku. 

Aku mengiyakan kemudian tersenyum. Aku tahu, ia kehilangan masa romantis didalam pernikahan kami. 


Aku menceritakan perihal itu pada gyuri dan responnya ia tertawa begitu keras. 
''terserah apapun yang kau lakukan, chagi! Akhirnya dia mau menerima kenyataan untuk bercerai kan?'', kata gyuri. 
Entah mengapa aku begitu sesak mendengarnya. 


Sejak pengajuan ceraiku, aku tidak pernah melakukan kontak fisik padanya sehingga hari pertama saat aku menggendongnya, kami begitu salah tingkah. 

Anakku yang sudah berada di rumah tertawa keras dan bertepuk tangan. 
''tidak pernah kulihat ayah menggendong ibu seperti itu'', kata junho. 

''teruskan menggendongku sampai di depan jalan itu'', bisik sora. 

Aku menurunkannya di pinggir jalan kemudian sora naik sebuah taksi sedangkan aku tancap gas melajukan mobilku. 


Hari kedua sedikit sangat mudah, sora menyandarkan kepalanya ke dadaku sehingga aku bisa mencium aroma parfumnya yang khas. 
Aku tiba2 sadar bahwa aku sudah kehilangan moment kedekatan seperti itu. 

Hari ketiga, saat kugendong sora berbisik padaku, ''hati2 didepan teras ada anak tangga, kau harus berhati2''. 

Hari keempat, ketika aku menggendongnya aku merasakan kedekatan sebagai seorang suami. 

Hari kelima dan keenam, ia semakin mengingatkan banyak hal padaku. 
Seperti dimana ia meletakkan setrika, jangan lupa minum air putih setiap bangun tidur dan jangan lupa mematikan kompor ketika aku ingin memasak sendiri. 

Rasanya semakin mudah dan ringan saat aku menggendong sora. Aku berpikir mungkin karena aku menggendongnya setiap pagi. 

Kali berikutnya, ia sedang memilih baju yang akan ia gunakan untuk syuting. 
''bajuku kebesaran semua, jelek kan?'', kata sora menunjukkan beberapa bajunya yang longgar. 

Aku melihat tubuh sora semakin kurus, pasti karena dalam hatinya ia memendam luka yang teramat pedih. 
Saat aku menggendongnya, sora begitu ringan, bukan karena aku kuat tapi karena tubuhnya yang sedikit kurus. 

Dadaku terasa sesak, kemudian aku mengulurkan tanganku untuk menyentuh dahinya, memastikan bahwa istriku tidak sedang demam. 

Tiba2 junho muncul, 
''Appa! Sudah saat menggendong ibu sampai ke pinggir jalan'', kata junho. 

Bagi junho, saat aku menggendong sora adalah moment yang wajib untuk dilihatnya. 
Sora memanggil junho untuk mendekat padanya dan memeluknya erat. Aku memalingkan muka, berharap keputusanku tidak berubah menjelang akhir. 

Setelah siap, sora mengalungkan tangannya dileherku, begitu alami. Seperti saat awal pernikahan kami dulu. 
Tubuhnya yang kian kurus terasa tenggelam di rengkuhanku. 

Di hari2 terakhir, saat junho sudah kembali ke asramanya. 
''aku sebenarnya ingin kau menggendongku sampai kita tua'', kata sora. 

Aku menurunkannya di pinggir jalan dan aku langsung tancap gas dengan mobilku. 


Dengan cepat, aku berlari ke arah lift menuju ke kamar apartemen gyuri. 
''mianhae, gyuri ah. Aku tidak jadi menceraikan sora'', kataku. 

Gyuri memandangku dengan tercengang kemudian mengusap rambutku. 
''jangan panik. Kau bisa melakukannya'', kata gyuri kemudian menggenggam tanganku. 
''aku serius'', kataku. 

''pernikahan kami teramat membosankan karena kami melupakan rasa saling menghargai setiap hal kebersamaan kami bukan karena kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti, sejak aku menggendong sora kedalam rumah dan ia melahirkan anak2ku. Aku seharusnya terus menggendongnya sampai kami tua nanti'', kataku lagi. 

Gyuri menampar keras pipiku. Ia menampar pipiku berkali2, biarlah aku pantas mendapatkan itu. 


Setelah itu, aku berjalan ke arah mobilku. Langkahku begitu ringan. Ketika melewati toko bunga, aku membeli bunga kesukaan istriku. 
Pelayan bertanya tulisan apa yang akan disematkan pada rangkaian bunga itu. 
*aku ingin menggendongmu setiap pagi sampai kita tua dan ragaku tidak kuat lagi* 

Aku dan sora kembali hidup bersama dengan bahagia. Ia memutuskan untuk berhenti dari dunia akting dan menjadi ibu rumah tangga pada umumnya. 
Setiap aku pulang, aku melihat tubuh istriku semakin kurus. 
''ini program diet. Aku khawatir jika aku menjadi gemuk, kau akan menceraikan aku'', kata sora. 
''walau kau gemuk, aku akan mencintaimu hanya saja aku sedikit berat saat aku menggendongmu'', kataku. 


Suatu malam, saat istriku sudah tidur nyenyak, aku penasaran dengan isi tas istriku yang sejak pernikahan aku sama sekali tidak pernah menyentuhnya karena ku pikir apa yang menjadi miliknya adalah untuknya saja. 
''apa yang istriku bawa ketika bepergian dan berapa banyak uang yang ia punya di dompet'', gumanku. 

Aku terkejut saat melihat sebuah amplop dari rumah sakit. Sora mengidap penyakit yang tidak kuketahui sejak awal pernikahan kami. Kanker usus yang ia derita membuat tubuhnya semakin kurus. Aku menangis seraya memandang tubuh istriku. Sora merahasiakannya dariku dan aku merasa begitu sesak. 

''kanker usus stadium 4. kenapa tidak kau katakan tentang hal ini?'', tanyaku. 
''aku hanya tidak ingin kau menjadi kasihan padaku'', kata sora tegar. 

Aku memeluknya dan menangis. Itu membuat sora terisak. Kanker itu pasti sangat menyakitkan untuk sora. Dan dia menyimpannya sendiri. Rasa sakit yang ia rasakan sendiri. 

Hari demi hari , aku tetap menggendongnya dari dalam rumah sampai di pinggir jalan kemudian aku mencium keningnya. 

''sekarang kau menggendongku bukan karena aku tua. Tapi karena aku lemah. Aku sudah tidak bisa berjalan bahkan membuat kakiku berdiri tegak, itu sangat sulit'', katanya saat aku menggendongnya. 

Aku mendudukkan sora di kursi rodanya sebelum aku pergi bekerja. 

*Tuhan, Kau sudah membuat cintaku kembali pada sora. Apakah Kau bisa membuat sora tetap disisiku? Aku dan junho perlu dia* 

Ternyata Tuhan memiliki rencana lain, Saat ini aku melihat pusara istriku. Aku memeluk putraku dengan erat. Ia menangis dan terus memanggil nama ibunya. Aku sangat pedih mendengarnya. 
''ayah, apa yang akan ibu lakukan di surga sana? Apa ibu akan menunggu kita?'', tanya junho. 
''tidak. Ibu bersama Tuhan yang luar biasa. Kita akan bertemu ibu kelak di sana'', kataku. 
''Ayah, tetaplah disisiku. Sampai ayah tua dan pergi ke tempat ibu berada sekarang!''. 


''aku sempat menjadi pria yang gagal. Tapi sekarang berkat istriku, aku menjadi seorang pembuat sejarah. Pernikahan sangat menggairahkan tapi ketika mempertahankan komitmen pernikahan, itu sangat sulit. Aku sudah mengalaminya dan aku berhasil melewati itu bersama sora'', kataku pada member super junior. 

End 

Pesan: 
Setiap orang bisa salah, namun jarang ada orang bangkit dari kesalahannya dan dengan rendah hati memperbaiki hidupnya. 
Be A history maker. 
=== 
Fan Fiction yang diadaptasi dari *kisah masa lalu yang tak pernah usang*. Semoga reader terberkati dengan kisah ini. Kisah ini aku dapat dari artikel mading saat di gereja, aku tergerak untuk menulisnya kembali. Jadi FF ini bukan murni hasil karyaku. Kalau FF2ku yang lain, itu murni buatanku sendiri jadi ceritanya sedikit gaje. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar